Pemerintah mengkaji penghapusan subsidi kereta api ekonomi untuk jarak jauh. Alasannya karena alokasi subsidi ini tidak tepat sasaran.
“Kenapa mesti dievaluasi lagi subÂsidi untuk penumpang jarak jauh ini, karena tidak setiap hari diÂgunakan orang kecuali pada moÂmen mudik satu tahun sekali aja,†ujar Dirjen Perkeretaapian KeÂmenterian Perhubungan (KeÂmenÂhub) Hermanto Dwi Atmoko di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, yang dibutuhkan dan lebih dirasakan penumpang saat ini adalah angkutan dalam kota baik Jakarta maupun SuraÂbaya. Karena angkutan kota seÂtiap hari digunakan untuk kepenÂtingan kerja dan urusan lainnya.
Kendati begitu, Hermanto meÂngakui, pada Anggaran PenÂdaÂpatan dan Belanja Negara (APÂBN) 2015 pihaknya telah meÂngÂusulkan untuk
Public Service Obligation (PSO) penumpang kereta api sebesar Rp 1,5 triliun. Sementara tahun ini besaran PSO sebesar Rp 1,2 triliun. DihaÂrapÂkan besaran tersebut bisa mencuÂkupi kebutuhan yang ada.
Wakil Menteri Perhubungan (Wamenhub) Bambang SusanÂtono mengatakan, subsidi kereta api jarak jauh selama ini tidak teÂpat sasaran. Sebelum ada rencana menghapus subsidi kereta api jaÂrak jauh, pihaknya sudah meÂlaÂkukan survei terlebih dulu yang dilakukan di stasiun-stasiun besar seperti Pasar Senin dan Gambir.
Hasil survei, kata dia, jumlah peÂnumpang kereta jarak jauh tiÂdak bisa memenuhi jumlah gerÂbong yang disediakan. Dari 8 gerbong yang disediakan, hanya 6 gerbong yang terisi.
Menurut Bambang, jumlah terÂsebut masih kalah dibanding kereta rel listrik (KRL)
commuter line. KRL penumpangnya tembus 700 ribu, sedangkan kereta ekonomi jarak jauh jumlahnya di bawah itu.
“Pertimbangan lain, daya beli masyarakat yang terus naik dari tahun ke tahun. Saat ini biaya takÂsi lebih mahal dibanding tiket keÂreta api jarak jauh,†jelasnya.
Lalu dikemanakan uang hasil penghematan itu? Bambang meÂngÂaku dana subsidi itu bisa diÂalihÂkan ke
commuter line dan KRL. Dia optimistis kebijakan itu tiÂdak akan berpengaruh dan keÂreta api akan tetap menjadi piliÂhan transÂportasi masyarakat.
Kepala Pusat Komunikasi KeÂmenhub JA Barata mengataÂkan, rencana itu sifatnya masih wacana.
“Itu belum akan terjadi, masih bersifat wacana. Kami belum sampai ke sana (DPR),†katanya.
Meski jumlah penumpang meÂngalami penurunan, menurut BaÂraÂta, pengguna keÂreta jarak jauh masih perlu mendapatkan subsidi mengingat itu masih menjadi hak para pengguna KA kelas ekonomi.
Barata mengatakan, saat ini tengah mengkaji kebijakan lain yang nantinya bisa dimungÂkinÂkan akan berpengaruh terÂhadap harga tiket.
Anggota Komisi V DPR Abdul Hakim menolak usulan tersebut. Alasannya, saat ini belum semua masyarakat mampu memÂbeli tiket tanpa subsidi.
Apalagi, kata dia, perintah UnÂdang-Undang (UU) PerkeretapiÂan menyebutkan, selama daya beÂli masyarakat belum tinggi, peÂmeÂrintah masih harus memÂbeÂrikan subsidi kereta api ekonomi.
“Dengan kondisi saat ini, saya menilai belum tepat untuk menÂcabut subsidi,†ujarnya kepada
Rakyat Merdeka.
Terkait dengan pengalihan subÂsidi dari kereta api jarak jauh ke jarak dekat, menurut Hakim, teÂtap tak bisa dilakukan. “Jika ingin menambah subsidi kereta api jaÂrak dekat silakan ditambah. Tapi tidak bisa mengambil alih dari jaÂrak jauh. Masih banyak masyaÂrakat yang membutuhkan kereta api jarak jauh,†tegasnya. ***