Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengusulkan pemerintahan Jokowi-JK menaikkan harga BBM subsidi Rp 4.000 per liter. Tentu saja, itu akan berdampak besar pada kehidupan masyarakat.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan, jika pemerintah mendatang meÂnaikÂkan BBM Rp 4.000 per liter, damÂpaknya besar. Terutama untuk ruÂmah tangga dan sektor lainnya yang sangat mengandalkan BBM.
â€Dampaknya sangat besar buat mereka yang aktivitas setiap haÂrinya menggunakan BBM,†ujarÂnya di Jakarta.
Kendati begitu, pihaknya beÂlum menghitung besaran inflasi yang diakibatkan dari usulan BPH Migas tersebut.
“Kalau kenaikannya Rp 1.000, Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per liÂter kami sudah hitung dampak inÂflasinya, tapi belum bisa kami rilis,†ucap Suryamin.
Deputi Bidang Statistik DisÂtribusi dan Jasa BPS Sasmito HaÂdi Wibowo memperkirakan, tamÂbaÂhan inflasi dari kenaikan harga BBM subsidi Rp 4.000 per liter leÂbih dari 2 persen.
Menurut dia, prediksi itu apaÂbila penyesuaian harga BBM diÂlaÂkukan awal November ini dan akan berbeda bila direalisasikan tengah bulan.
“Dampak langsung tambahan inflasi minimum lebih dari 2 perÂsen, sedangkan tidak langÂsungÂnya dua sampai 4 perÂsen. Jadi nggak sampai double diÂgit, waÂlaupun nyaris,†terang Sasmito.
Menurutnya, kenaikan harga BBM akan mengerek peningkaÂtan tarif angkutan umum dalam kota maupun luar kota sehingga akan menyumbang inflasi. PemÂbentukan inflasi juga berasal dari kelompok makanan jadi.
“Tergantung solar atau preÂmiÂum yang akan naik Rp 4.000 per liter. Dari BBM, 96 persen pemÂbentukan inflasi dari preÂmium, sementara solar hanya 4 persen,†ungkapnya.
Kendati begitu, Sasmito yakin untuk kenaikan harga BBM, peÂmerintah sekarang atau yang akan datang bakal memperÂhitungÂkan seÂmuanya. Alasannya, keÂnaikan itu akan berdampak pada naiknya harga jual kebutuhan pokok dan tarif angkutÂan tiga bulan sampai setahun secara bertahap.
Ketua Umum Organisasi AngÂkuÂtan Darat (Organda) Eka Sari Lorena mengatakan, jika keÂnaikÂan harga BBM bersubsidi ini berlaku untuk semua jenis kenÂdaraan, termasuk angkutan umum, pihaknya meminta pemeÂrintah memberikan insentif bagi angkutan umum.
Dengan insentif itu, dia berÂhaÂrap bisa meringankan beban peÂngusaha angkutan umum daÂlam melaksanakan program reÂvitaÂlisasi kendaraan yang diÂcanangÂkan pemerintah.
“Sampai hari ini tidak ada inÂsentif seperti bantuan untuk meÂrevitalisasi angkutan dan perÂizinan dipermudah supaya tidak tumpang tindih,†ujarnya.
Menurut Eka, pemerintah haÂrus mencontoh negara-negara lain diÂmana angkutan umum menÂdapat sokongan berupa disÂpensasi dan insentif. Dengan begitu, angkutan bisa berÂkemÂbang dengan baik dan mampu menggantikan peran kenÂdaraan pribadi.
Eka bilang, pihaknya sudah mengajukan ke Kementerian KeÂuangan (Kemenkeu) soal konsep-konsep insentif. Antara lain, jika beli mobil bekas, balik namanya dikasih gratis sehingga orang berlomba merevitalisasi kendaraÂannya. “Ada perbedaan harga antara beli kendaraan baru dan bekas,†ucapnya.
Eka juga berharap, pemerintahÂan mendatang lebih melibatkan para pelaku angkutan umum seÂbelum memutuskan keÂbijakan terkait transportasi seperti kenaikÂan harga BBM. Itu penting agar tidak ada perusahaan angkutan umum yang mati akibat kebijakan yang dikeÂluÂarÂkan pemerintah.
Sebelumnya, Kepala BPH MiÂgas Andy Noorsaman SomÂmeng menyarankan pemerintah baru menaikkan harga BBM subÂsidi Rp 4.000 per liter. AlaÂsannya, akan lebih banyak uang yang akan diÂhemat atas kenaikan tersebut.
“Kalau bisa Rp 4.000 per liter bagus lagi. Nanti paling cuma enam bulan dampaknya, setelahÂnya normal lagi,†tutur Andy.
Untuk menaikkan harga BBM bersubsidi Rp 4.000 per liter, saran Andy, pemerintah juga harus meÂnyiÂapkan bantuan masÂyarakat unÂtuk meringankan dampak keÂnaikan harga seperti Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). ***