Pengadilan Tata Usaha Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) PT. Hartika Gemilang terhadap PT. Sumatera Persada Energi (PT. SPE). Dasar tagihan sebesar Rp 345.000.000 dikabulkan dengan nomor perkara No.42/Pdt.Sus/PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst.
"Tagihan tersebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai turn over perusahaan yang merupakan perusahaan minyak nasional di wilayah kerja blok West Kampar," kata Allova Mengko selaku kuasa hukum PT. SPE dalam keterangan kepada redaksi di Jakarta, Senin (29/9).
Allova menjelaskan, sebelum persidangan PKPU, kliennya telah berupaya untuk melunasi tagihan melalui transfer ke rekening PT. Hartika Gemilang, namun akun rekening yang disepakati telah ditutup tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Selain itu, PT. SPE juga telah memberikan dua buah cek di dalam persidangan dengan nilai sesuai tagihan yang langsung bisa dicairkan.
"Namun, PT. Hartika Gemilang telah menolak untuk menerima cek tersebut. Bahkan, PT. SPE juga menawarkan pembayaran secara tunai di persidangan," jelas Allova.
Lebih jauh, dia juga mempertanyakan dasar pengangkatan pengurus yang dimohonkan oleh PT. Hartika Gemilang. Di mana tidak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan undang-undang.
Sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, pengurus sebelum diangkat oleh pengadilan harus menyerahkan surat kesediaan dan pernyataan tidak sedang menangani lebih dari tiga perkara serta menyatakan diri independen. Tetapi, hal ini tidak tercantum di dalam putusan pengadilan.
Ditambahkan Allova, dalam proses pendaftaran tagihan oleh para kreditur ke pengurus terdapat beberapa kreditur yang nilai tagihannya fantastis. Salah satu dugaan mark up dengan adanya kreditur yang menagih lebih dari Rp 100 miliar atas barang yang nilai pasarnya hanya Rp 4 miliar.
"Diduga penggelembungan tagihan-tagihan ini untuk kepentingan memenangkan voting mempailitkan PT. Sumatera Persada Energi," katanya.
Karena itu, dia menduga ada pihak-pihak tertentu yang ingin mengambil alih wilayah kerja West Kampar melalui proses PKPU di pengadilan ini.
"Memang tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan para pemegang saham antara lain Indra Kartasasmita dan Bambang Wahyudi sedang tidak harmonis," imbuh Allova.
[why]