Dugaan bahwa Kapolres Manggarai berada atau menjadi bagian dari jaringan mafia Tambang di Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat patut untuk dicermati dan diangkat ke permukaan.
Sejumlah Jenderal Polisi dan atau Purnawirawan Jenderal Polisi bahkan istri Jenderal Polisi atau para Jenderal Polisi Purnawirawan diduga kuat telah direkrut oleh pengusaha tambang yang rata-rata berdomisili di Jakarta, dengan cara didudukkan menjadi Komisaris di dalam Perusahaan Tambang yang umumnya beroperasi di Indonesia Timur.
"Tujuannya adalah untuk mengamankan dan melancarkan operasional dalam aktivitas eksplorasi dan eksploitasi perusahaan tambang. Kita tahu bahwa praktik pengelolaan usaha pertambangan di berbagai tempat di Sulawesi Tenggara dan NTT mendapatkan resistensi yang sangat besar dari masyarakat dan gereja, terutama dalam melindungi hak-hak masyarakat adat atas tanah dan kearifan lokalnya," kata Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, saat berbincang dengan wartawan, Rabu (24/9).
Menurut Petrus, untuk memudahkan akses ke Kepolisian (Polda dan Polres) di daerah, maka pengaruh dari para mantan jenderal atau istrinya didapatkan dengan mendudukkan mereka dalam posisi Komisaris Perusahaan Tambang dengan tugas khusus mengamankan kepentingan Perusahaan. Hal itu berguna ketika harus berhadapan dengan sikap resistensi massa dan LSM ketika mengadvokasi Perusaan Tambang yang merusak lingkungan, merusak kearifan lokal dan merampas hak-hak masyarakat atas tanah yang dijadikan sebagai lokasi tambang
"LSM bahkan Pastor, setiap saat bisa jadi sasaran penindakan oleh Kepolisian ketika melawan atau menolak tambang. Contoh paling konkret kasus penolakan tambang di Manggarai Timur dan Ruteng oleh masyarakat dan Pastor Simon Suban Tukan SVD, di mana petugas polisi berani menyeret atau menarik tangan Pastor Simon Suban Tukan ketika bersama masyarakat mengadvokasi kepentingan lingkungan dengan menolak tambang", jelasnya.
Ada dugaan Kapolres Manggarai AKBP Tony Binsar Marpaung berada dalam dan atau sebagai bagian dari jaringan mafia tambang di NTT. Tuduhan itu bisa saja benar dan hampir pasti benar karena perilakunya senantiasa membela pengusaha tambang dengan dugaan menerima upeti yang tidak sedikit dari perusahaan tambang atau patronnya yang berada di Jakarta.
"TPDI akan melaporkan dugaan keberadaan sejumlah jenderal purnawirawan Polisi dalam sejumlah perusahaan tambang yang dijadikan sebagai backing dalam usaha kotor pengusaha tambang," ujar Petrus.
Kompolnas, Kapolri dan Anggota DPR-RI asal NTT harus menempatkan persoalan perusakan lingkungan dan kearifan lokal melalui usaha pertambangan menjadi skala prioritas guna menyelamatkan NTT dari kehancuran total secara sistimatis.
"Karena itu TPDI mendesak 13 Anggota DPR-RI NTT untuk memberikan prioritas, jangan malah 13 Anggota DPR-RI dari NTT ini pun berlomba-lomba bahkan menjadi bagian di dalam mafia tambang di NTT," pungkasnya.
[ald]