Berita

ilustrasi

Bisnis

Data Nggak Jelas, Banyak Nelayan Yang Belum Punya Akses Ke SPBU

Tambah BBM Subsidi 702.540 KL, Pertamina Pede Nggak Ada Kelangkaan
RABU, 24 SEPTEMBER 2014 | 08:49 WIB

Distribusi bahan bakar minyak (BBM), khususnya solar bersubsidi untuk nelayan, harus terus dikawal. Hal itu penting dilakukan agar kebijakan tersebut tepat sasaran.

“Nelayan sempat resah de­ng­an adanya pembatasan subsidi solar. Bila dibatasi, waktu oper­asional mereka bisa lebih pendek. Kekhawatirannya ketika stok so­lar yang biasa digunakan habis, bisa menghambat jadwal pela­yaran dan mengurangi peng­ha­silan nelayan,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan In­dustri (Kadin) Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto di Jakarta, kemarin.

Kadin mencatat, ada pengu­ra­ngan solar bersubsidi hingga 20 persen dari kuota normal, sehing­ga total distribusi hingga akhir ta­hun hanya mencapai 720.000 kiloliter (KL) dari asumsi sebe­lumnya 900.000 kiloliter.


Sementara aturan yang dike­luar­kan Badan Pengatur Hilir Mi­nyak dan Gas Bumi (BPH Mi­gas), solar bersubsidi diprio­ritas­kan untuk kapal dengan bobot mati di bawah 30 gros ton (GT). Ada pembatasan subsidi bagi kapal-kapal dengan bobot mati di atas 30 GT.

Yugi berharap, pemerintahan Jokowi memprioritaskan kepas­tian ketersediaan solar bersubsidi untuk nelayan  dalam 5 tahun ke depan. Perlu dikaji lebih jauh ten­tang ketidak-konsistenan BBM bersubsidi baik dari sisi regu­la­sinya atau pendistribusiannya.

“Kita harapkan ada sistem yang baik, terjadwal, rutin, detail­nya seperti apa agar semua men­jadi konsisten. Apa yang meng­hambat, kita lihat juga apakah dari sisi regulasinya ada yang perlu diubah atau justru dari ma­salah operasionalnya,” jelasnya.

Yugi menyatakan, 60 persen biaya operasional nelayan untuk bahan bakar dan diharapkan pa­sokannya aman. Karena kalau ada pembatasan, tentu akan mem­perpendek waktu opera­sional dan ujungnya akan mengurangi peng­hasilan dan biaya opera­sional bisa ikut naik.

Pihaknya juga berharap, pe­me­rintah bisa memiliki data-data va­lid terkait berapa nelayan yang bisa memiliki akses ke Stasiun Pengi­sian Bahan Bakar Umum (SPBU).

“SPBU khusus nelayan itu se­be­nar­nya ada, tetapi be­lum jelas keberlangsungannya se­perti apa. Kita harapkan ada ren­ca­na yang strategis untuk masalah ini, se­hing­ga penyaluran itu bisa be­­nar-benar te­pat sasa­ran,” ce­tusnya.

Senior Vice President Fuel Mar­keting and Distribution PT Per­tamina Suhartoko optimis, alokasi tambahan distribusi BBM bersubsidi dapat diserap nelayan tanpa menimbulkan kelangkaan.

Data yang dirilis Pertamina mengenai penyerapan BBM ber­subsidi untuk sektor nelayan mencapai 1,2 juta KL hingga Juli 2014. Selain itu, jika mengacu pada distribusi tahun lalu, rea­lisasi total BBM bersub­sidi untuk nelayan mencapai 1,7 juta KL, sehingga tambahan 702.540 KL akan mencukupi kebutuhan.

Poros Maritim Dunia


Wacana bakal dibentuknya Kementerian Maritim diapresiasi sebagai gagasan cerdas guna me­manfaatkan sektor kelautan.

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Per­tanian Bogor (IPB) Rokhmin Da­huri mengatakan, tidak ada yang meragukan Indonesia akan men­jadi negara yang maju, makmur dan sejahtera bila fokus pe­me­rintahan ke depan bisa mem­beri perhatian yang besar ter­hadap sektor ekonomi kelautan.

“Kemunculan Kementerian Ma­ritim merupakan itikad baik untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai poros maritim dunia,” kata Rokhmin.

Menurut bekas Menteri Ke­laut­an dan Perikanan ini, gaga­san itu tidak mustahil direalisa­sikan, mengingat potensi dan sumber daya maritim selama ini belum disentuh secara maksimal.

Rokhmin menyebut, di wila­yah pesisir dan laut Indonesia ter­kandung kekayaan alam yang sangat besar dan beragam.

“Ini potensi yang sangat besar. Sayangnya, paradigma pemba­ngunan ekonomi dalam negeri selama ini masih berpusat di da­rat, belum bergeser ke pengem­ba­ngan berbasis kelautan,” jelas pria yang saat ini menjabat seba­gai Ketua Umum Gerakan Ne­layan dan Tani Indonesia (Ganti) tersebut.  ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya