Berita

Jakarta International Sechool (JIS)

On The Spot

Diterima Komisioner, Minta Bentuk Tim Pencari Fakta

Keluarga Terdakwa Kasus JIS Ngadu Ke Komnas HAM
RABU, 17 SEPTEMBER 2014 | 09:00 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Ali Subrata celingukan di depan kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat. Ia ke sini bersama istrinya, Nurida, naik sepeda motor bebek. Ali lalu bertanya kepada satpam di pos jaga untuk memastikan tak salah tempat. Yakin sudah sampai di kantor Komnas HAM, dia kembali menaiki motor untuk parkir
di belakang.

Lagi-lagi keraguan melingkupi Ali ketika hendak masuk ke dalam. Maklum, warga Kedaung, Ciputat, Tangerang Selatan ini, baru pertama kali datang ke Komnas HAM. “Nunggu adik,” ujarnya.

Tak lama, Maskuri, adik Ali tiba. Mereka pun melangkah ke ruang pengaduan yang terletak di belakang. Ternyata di teras ruang pengaduan itu sudah ramai. Mereka yang sudah tiba duluan adalah keluarga Agun Iskandar, Virgiawan Amin alias Awan, Syahrial dan Afrischa.

Tak lama, Maskuri, adik Ali tiba. Mereka pun melangkah ke ruang pengaduan yang terletak di belakang. Ternyata di teras ruang pengaduan itu sudah ramai. Mereka yang sudah tiba duluan adalah keluarga Agun Iskandar, Virgiawan Amin alias Awan, Syahrial dan Afrischa.

Ali adalah ayah Zainal Abidin. Zainal, Agun, Awan, Syahrial dan Afrischa adalah petugas kebersihan PT Indonesia Servant Service (ISS) Indonesia yang ditempatkan di Jakarta International Sechool (JIS). Kelimanya dituduh melakukan pelecehan terhadap murid JIS. Mereka pun ditangkap dan dijebloskan ke tahanan. Satu tersangka lainnya, Azwar, meninggal di tahanan polisi.

Kasus pelecehan di JIS telah bergulir ke pengadilan. Kelima petugas kebersihan PT ISS itu duduk menjadi pesakitan. Di persidangan, para terdakwa mulai buka mulut. Mereka mengatakan dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku pelecehan.

Ali mengatakan, kedatangannya ke Komnas HAM untuk meminta keadilan atas anaknya. Hingga saat ini, dia yakin anaknya tak melakukan seperti yang dituduhkan. “Zainal itu orang baik. Di rumah, dia ngerawat empat anak yatim,” ungkapnya.

Tepat pukul 2 siang, keluarga terdakwa kasus JIS dipersilakan petugas memasuki ruang pengaduan. Empat baris bangku bertuliskan “Pengaduan” dipenuhi keluarga terdakwa. Didampingi kuasa hukum masing-masing keluarga terdakwa diterima Komisioner Natalius Pigai.

Membuka pengaduan, kuasa hukum Patra Mijaya Zein memperkenalkan siapa saja keluarga terdakwa yang datang. Yakni  Sunarti, istri terdakwa Agun yang datang bersama putrinya yang masih berumur 3 bulan. Andi Wijaya, kakak kandung terdakwa Syahrial bersama ibunda dan istrinya.  Kemudian, Murni Rahmawati, ibu Virgiawan Amin.

“Ada tiga hal yang ingin kita adukan ke Komnas HAM,” ujar Patra usai memperkenalkan nama-nama keluarga terdakwa. Pertama, mengadukan klien (terdakwa) yang diduga mengalami penyiksaan sehingga membuat pengakuan bersalah di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Kedua, meminta Komnas HAM terlibat dalam pengungkapan kasus itu dengan membentuk tim pencari fakta independen dan melakukan pemantauan secara langsung terhadap proses persidangan kasus JIS di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang berlangsung tertutup.

Terakhir, meminta Komnas HAM mengusut tewasnya Azwar, salah satu tersangka saat ditahan polisi. Azwar ditemukan tewas di toilet Polda Metro Jaya pada 26 April lalu. Sayang, tidak ada keluarga Azwar yang datang ke kantor Komnas HAM, kemarin.

Satu per satu keluarga terdakwa membuat pengaduan. Ali mendapat giliran pertama. Ia langsung menceritakan sulitnya bertemu dengan putranya begitu diperiksa dan menjadi tahanan Polda Metro Jaya sejak 25 April 2014. “Jumat sampai Selasa (25-29 April) tidak boleh ketemu. Alasannya, masih proses penyidikan,” ujar Ali.

Rabu (30/4), lanjut Subrata, dia baru dapat menemui putranya di Polda Metro Jaya. Bukan di ruang jenguk tahanan, melainkan di unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Betapa terkejutnya Ali mendapati tubuh putra ketiganya lebam-lebam. Sambil memperlihatkan pinggangnya, Zainal menceritakan dipukuli agar mengaku.

“Dia itu anak baik. Saya nggak percaya anak saya melakukan kejahatan,” kata Ali terbata-bata lantaran menangis ketika menceritakan yang dialami anaknya kepada Natalius.

Sementara Andi Wijaya, kakak terdakwa Syahrial menceritakan detik-detik adiknya dibawa polisi. Kejadiannya, Jumat (25/4) malam. Tiga pria berpakaian
 preman yang mengaku dari Polda Metro datang untuk “meminjam” Syahrial.
 â€œSaya baru ngeh nggak ada surat penangkapan. Bilangnya mau pinjam saja,” tutur Andi.

Ibunya tak sempat mengikuti ke mana Syahril dibawa. Pasalnya, kendaraan orang yang membawa Syahrial diparkir agak jauh dari rumahnya di Pamulang, Tangerang Selatan. Sebelum pergi, salah satu pria yang membawa Syahrial meyakinkan ibunya bahwa Syahrial tidak akan diapa-akan. Pria itu juga meminta ibunya untuk kembali ke rumah.

“Jam 9 malam masih bisa SMS. Lewat itu tidak. Besoknya (26/4), adik saya nongol di televisi sebagai tersangka JIS. Ditutupin mukanya pakai kertas. Tapi saya yakin itu adik saya,” tutur Andi.

Satu per satu perwakilan keluarga menyampaikan apa yang dialami terdakwa ketika proses pengusutan kasus ini. Mereka meminta Komnas HAM menyelidikinya.

Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, menyatakan, menerima aduan tersebut dan akan dicatat resmi. Namun, dia meminta kepada keluarga dan kuasa hukumnya untuk membuat pengaduan secara tertulis.

“Minggu-minggu ini bisa dikirim,” ujar Natalius.

Usai dua jam diterima Komnas HAM, keluarga para terdakwa tampak puas. Keluar dari ruang pengaduan, satu per satu menuju tempat parkir di belakang gedung. Para keluarga itu datang naik      sepeda motor.

Polisi Pernah Tawarkan Otopsi

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto belum bisa dimintai konfirmasi atas pengaduan keluarga terdakwa kasus pelecehan di JIS ke Komnas HAM.

Rakyat Merdeka berulang kali mengontak teleponnya, namun tak diangkat. Pesan pendek (SMS) yang dikirim ke nomornya tak dibalas.

Sebelumnya, 28 April lalu, Rikwanto memastikan tak ada tindak kekerasan terhadap tersangka (kini terdakwa) kasus JIS yang ditahan di Polda Metro Jaya. Pernyataan itu, berupa tanggapan atas tewasnya Azwar yang berstatus tahanan polisi.

Rikwanto mengatakan, tidak melihat ada luka lebam di tubuh tersangka Azwar yang meninggal dengan cara bunuh diri di kamar mandi saat penyelidikan berlangsung pada Sabtu 26 April 2014.

Rikwanto meyakinkan bahwa informasi yang menyebutkan tubuh Azwar luka lebam tidak benar. “Saya sendiri baca dari berita online, itu hanya dari kabar ada pengunjung takziah yang melihat jenazah, luka lebam itu hanya dari penglihatannya saja,” kata Rikwanto dikutip dari situs viva.co.id.

Rikwanto juga memastikan penyidik tidak melanggar standar operasional prosedur (SOP). “Berita luka lebam itu tidak ada bukti scientific-nya, dan itu tidak absolut. Tidak ada juga lebam di tubuh tersangka,” jelasnya.

Azwar yang merupakan tersangka keenam dalam kasus pelecehan terhadap MAK, siswa JIS, ditemukan meninggal dunia saat penyidikan. Polisi menyebutkan bahwa Azwar bunuh diri dengan cara minum cairan pembersih lantai di toilet.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Ronie Sompie menambahkan, kepolisian hendak mengotopsi jenazah Azwar. Namun pihak keluarga justru menolak.
“Otopsi dilakukan untuk mengetahui penyebab meninggalnya almarhum karena pemberitaan di media pasti akan bisa berkembang,” katanya seperti dikutip Kompas.com.

Suami Ditahan, Sunarti Cari Nafkah Jadi Tukang Cuci

Sunarti, istri dari Agun Iskandar, satu di antara lima terdakwa kasus pelecehan di Jakarta International School (JIS) melapor ke Komnas HAM kemarin.

Menggunakan sepeda motor, dia datang bersama ibu kandung Agun sembari menggendong putrinya yang masih berumur tiga bulan. Kedatangannya untuk mengadukan dugaan penyiksaan yang dialami suaminya dalam proses penyidikan.

Menurutnya, sejak sang suami ditahan polisi April lalu, keluarganya tak punya penghasilan. Untuk menghidupi keluarganya, Sunarti menjadi tukang cuci keliling di Pamulang, Tangerang Selatan.

“Sudah tiga bulan kerja. Suami sudah nggak bisa nafkahin karena ditahan,” ujar Sunarti.

Kemarin, lima keluarga terdakwa kasus JIS mendatangi kantor Komnas HAM. Mereka adalah keluarga dari terdakwa Agun Iskandar, Virgiawan Amin, Syahrial, Zainal Abidin, dan Afrischa. Kedatangan mereka, didampingi kuasa hukum masing-masing yang tergabung dalam Tim Advokasi Pencegahan Peradilan Sesat (Tappas).

Mereka meminta Komnas HAM untuk terlibat dalam pengungkapan kasus ini dengan membentuk tim pencari fakta independen dan melakukan pemantauan secara langsung terhadap proses persidangan kasus JIS di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang berlangsung tertutup.

Patra Mijaya Zein mengatakan ada kejanggalan dalam pengusutan kasus yang menjerat kliennya. Ia lalu mengungkapkan hasil visum Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Nomor 183/IV/PKT/03/2014 tertanggal 25 Maret 2014 yang menyebutkan tidak ditemukan luka lecet atau robekan pada lubang pelepas (anus) korban. Hasil visum juga menyebutkan lipatan sekitar lubang pelepas tampak baik dan kekuatan otot pelepas baik.

Kemudian, hasil visum Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Nomor 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tanggal 21 April 2014 menyebutkan pemeriksaan visual dan perabaan pada anus MAK tidak ada kelainan.

Di persidangan, para terdakwa mencabut keterangan pengakuan mereka di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Mereka menyebutkan dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku.

“Pengakuan seluruh terdakwa selama masa penyidikan yang mengalami penyiksaan dan temuan visum yang membuktikan tidak terjadinya kekerasan seksual dapat menjadi pintu masuk bagi Komnas HAM untuk mendalami kasus ini. Kami juga sangat mendukung jika Komnas HAM melakukan otopsi terhadap Azwar, salah satu tersangka yang tewas tidak wajar saat penyidikan di polisi,” kata Patra.

Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini sehingga masyarakat bisa mendapatkan fakta yang sesungguhnya terjadi. Apalagi dari fakta yang disampaikan ditemukan bahwa hasil visum tanggal 25 Maret 2014 terhadap korban tidak ditemukan unsur kekerasan seksual.

“Ketika hasil medis menemukan fakta tidak ada kekerasan seksual, saat itu juga kasus ini harus berhenti. Komnas HAM berkepentingan untuk mengungkap kasus ini agar jangan sampai rakyat kecil jadi korban. Apalagi yang mengorbankan diduga adalah institusi negara,” tegasnya usai menerima audisi keluarga terdakwa JIS. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

Cetak Rekor 4 Hari Beruntun! Emas Antam Nyaris Tembus Rp2,6 Juta per Gram

Rabu, 24 Desember 2025 | 10:13

Saham AYAM dan BULL Masuk Radar UMA

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:55

Legislator PKB Apresiasi Langkah Tegas KBRI London Laporkan Bonnie Blue

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:44

Prabowo Bahas Kampung Haji dengan Sejumlah Menteri di Hambalang

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:32

Pejabat Jangan Alergi Dikritik

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:31

Saleh Daulay Dukung Prabowo Bentuk Tim Arsitektur Perkotaan

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:26

Ribuan Petugas DLH Diterjunkan Jaga Kebersihan saat Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:21

Bursa Asia Bergerak Variatif Jelang Libur Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:13

Satu Hati untuk Sumatera: Gerak Cepat BNI & BUMN Peduli Pulihkan Asa Warga

Rabu, 24 Desember 2025 | 09:04

Harga Minyak Naik Jelang Natal

Rabu, 24 Desember 2025 | 08:54

Selengkapnya