prof. abdul munir mulkhan
Karakter bukan sesuatu yang terberi atau terbentuk dari sananya (given). Karakter orang, terutama karakter baik, tidak muncul dengan sendirinya. Ia adalah sesuatu yang dibentuk, dikonstruksi, seiring dengan berjalannya waktu, seiring dengan semakin dewasanya orang/anak itu.
Demikian disampaikan pemerhati pendidikan yang juga adalah Guru Besar UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Prof. Abdul Munir Mulkhan ramainya pembicaraan tentang pendidikan karakter yang menjadi fokus kurikulum 2013.
Pembicaraan soal karakter ini terutama menanggapi bagaimana dan apa cara yang harus dilakukan agar anak didik dari SD hingga SMU menginternalisasi, menjalankan, dan terus menjadikan pegangan dalam kehidupan ke-18 karakter yang ingin dikembangkan dalam kurikulum 2013 itu.
Ke-18 karakter tersebut adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggungjawab.
“Anak itu ibarat kanvas putih bersih. Diberi goresan hitam, ia akan menjadi hitam. Diberi goresan kuning, ia akan menjadi kuning. Atau yang lebih tepat, anak itu ibarat lempung. Dan kita, orang-orang dewasa di sekitarnya, adalah yang membentuk lempung itu. Akan berbentuk apa lempung itu, hal itu tergantung mereka yang membentuknya,†jelas Prof. Munir Mulkhan dalam keterangannya (Selasa, 16/9).
Praktisi pendidikan yang akrab dengan dunia sufisme dan tasawuf ini menambahkan bahwa kurang tepat menjalankan pendidikan karakter ini semata-mata dengan bersandar pada pendidikan agama, sebagaimana yang banyak dilakukan di berbagai sekolah. Menurutnya, agama penting namun ia hanya akan berfungsi sebagai kontrol internal pada diri sang anak.
Bagi sosok yang telah akrab dengan dunia pendidikan selama kurang lebih 50 tahun ini, apa yang tak kalah penting dibanding agama adalah juga lingkungan pendidikan sang anak. Selain lingkungan keluarga di mana orangtua dan orang yang lebih dewasa menjadi teladan, perlu juga ada teladan baik dari lingkungan sekolah sang anak. Jadi para guru dan orang-orang yang terkait dengan administrasi sekolah juga harus juga memberikan contoh perilaku yang baik kepada sang anak.
“Ubah lingkungan di mana sang anak itu tumbuh jadi lingkungan yang memberi teladan baik. Tempatkan ia dalam lingkungan yang memunculkan sifat-sifat baik dalam dirinya. Lingkungan inilah yang terutama membentuk lempung (anak) itu,†ujar tokoh Muhammadiyah ini.
Lebih lanjut, Prof. Munir Mulkhan mengatakan bahwa juga perlu ada semacam
reward and punishment untuk sang anak, terutama di sekolah. Jika ia berlaku baik, beri semacam “hadiah†apa pun bentuknya, entah itu pujian atau apa pun. Jika ia berlaku buruk, beri juga ia hukuman.
"Lingkungan dan
reward and punishment ini nantinya akan menjadi semacam kontrol eksternal (sosial) pada diri sang anak, yang lazimnya jauh lebih efektif ketimbang sekadar kontrol internal dalam membentuk karakter baik anak," tandasnya.