Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) sudah kehabisan akal untuk menekan kosumsi BBM subsidi. Setelah pengurangan kuota BBM bersubsidi per pom bensin dibatalkan, sekarang sedang dikaji pembatasan BBM untuk taksi premium dan bus pariwisata.
Kepala BPH Migas Andy Noorsaman Sommeng mengatakan, langkah ini untuk menjaga terlampauinya kuota BBM usai kebijakan pembatasan lalu dicabut.
Dia mengakui meski cara ini hasilnya tidak signifikan, namun lebih aman dari penolakan masyarakat. Pelarangan itu dinilai tidak bakal mengganggu sosial politik.
“Artinya harus ada pengaturan baru, kalau tidak bagaimana,†ujarnya di Jakarta.
Sommeng mengungkapkan, solar menjadi BBM yang berpotensi tinggi untuk jebol. Pasalnya, komoditas ini paling banyak diselundupkan.
Pemerintah sendiri, sedang mengkaji kembali pembatasan pasokan BBM bersubsidi. Diharapkan, pembatasan subsidi nanti tidak menciptakan panic buying seperti yang terjadi sebelumnya.
Pengurus Asosiasi Pengusaha Rest Area atau Tempat Peristirahatan Jalan Tol, Whari Prihartono mempertanyakan, kebijakan BPH Migas yang masih membatasi pembelian BBM bersubsidi jenis premium di jalan tol. Padahal, pemerintah telah menginstruksikan kepada Pertamina untuk kembali menyalurkan pasokan BBM bersubsidi yang sempat dibatasi.
“Kenapa SPBU di jalan tol diperlakukan berbeda. SPBU di rest area tetap tidak boleh menjual premium bersubsidi. Sedangkan di SPBU lain boleh menyalurkan premium,†katanya.
Rp 35 Triliun Dialihkan Untuk Ekonomi KreatifKetua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) Angkatan 49 Boedhi Setiadjid mengatakan, anggaran subsidi energi terutama BBM kan meningkat setiap tahunnya. Jika kebijakan ini terus dilakukan maka akan mempersempit ruang gerak fiskal bagi pembangunan nasional.
Berdasarkan catatan IKAL, pemerintah hampir menghabiskan sekitar Rp 350 triliun hingga Rp 400 triliun setiap tahunnya untuk subsidi energi yang di dalamnya terdapat subsidi BBM dan subsidi listrik. Pembahasan APBN-P tahun 2014, anggaran subsidi energi naik drastis dari Rp 282,1 triliun menjadi Rp 350,31 triliun. Dari anggaran tersebut Rp 50 triliun dimasukkan dalam anggaran tahun 2015.
“Subsidi BBM sebanyak 77 persen hanya dinikmati kalangan masyarakat yang mampu, sehingga tidak tepat sasaran dan tidak produktif,†ungkap Boedhi.
Dia meminta anggaran subsidi BBM dialihkan ke sektor-sektor produktif. Seperti pembangunan infrastruktur transportasi dan peningkatan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Indonesia.
Menurut Boedhi, pengalihan subsidi BBM untuk pengembangan infrastruktur diharapkan dapat meningkatkan nilai investasi infrastruktur di Indonesia. Saat ini investasi sektor ini baru sekitar lima persen dan naik njadi 7,5-10 persen dari total produk domestik bruto.
Boedhi mengatakan, selain mengalihkan anggaran infrastruktur transportasi, subsidi BBM juga dapat dialokasikan untuk anggaran pengembangan ekonomi kreatif. “Seharusnya bisa diberikan sekitar Rp 20 triliun hingga Rp 35 triliun dari pengalihan subsidi BBM untuk ekonomi kreatif,†paparnya. ***