Kalangan pedagang kios yang berjualan sepanjang jalan Malioboro, Yogjakarta, menyambut antusias digelarnya simulai kepesertaan pekerja informal dalam sistem jaminan sosial. Kampanye Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk menarik peserta pekerja informal itupun memperoleh sambutan meriah.
Apalagi, pemerintah kota Yogjakarta sudah mengeluarkan edaran seluruh pemberi kerja di wilayah berjuluk kota gudeg untuk melindungi setiap pekerja dari terjadinya risiko sosial kecelakaan kerja.
"Ini bukan jualan, tapi mengedukasi hak seluruh warga dilindungi jaminan sosial. Sehingga jika terjadi sesuatu musibah, kecelakaan kerja tidak membuat kemiskinan keluarga, tapi bisa menjadi sumber ekonomi baru," kata Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antarlembaga BPJS Ketenagakerjaan Junaedi di Yogjakarta (Rabu, 10/9).
Acara simulasi yang digelar di pinggir jalan itupun mendapat perhatian warga masyarakat yang lalu lalang dan pedagang kios sepanjang jalan Malioboro. Dalam simulasinya, BPJS Ketenagakerjaan mengenalkan cara baru pendaftaran iuran melalui channel alternatif,
Payment Point Online Bank (PPOB), dimana peserta cukup mendaftarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang telah dicatat dalam data kependudukan dan mendaftarkan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT).
Untuk dua paket program JKK dan JK, setiap pekerja cukup membayar Rp 19.000/bulan. Jika terjadi kecelakaan kerja, peserta pun bisa memperoleh perawatan gratis di 9 (sembilan) rumah sakit di Yogjakarta, meliputi, RS PKU Muhammadiyah Bantul, RS Panti Rapih, RS Queen Latifa, RSPKU Muhammadiyah Yogjakarta, RS Islam PDHI, RSUD Sleman, RS Panti Nugroho, RS Rajawali Citra dan RS Condong Catur. Adapun, bagi mereka yang mengalami musibah hingga mengakibatkan kematian memperoleh santunan Rp 21 juta bagi ahli waris. Jika pekerja menambah satu paket lagi, berupa Jaminan Hari Tua (JHT), maka iuran bulanan ditambah 5,7 persen dari pengahasilan diterima. Nantinya, dana JHT bisa diambil pekerja di usia 55 tahun dengan imbal hasil di atas bunga bank, karena hasil pengembangan JHT di atas 10 persen/tahun.
Junaedi menambahkan, kendala utama pekerja tidak ikut jaminan sosial, karena mereka tidak mengetahui manfaat yang diperolehnya.
"Karena itu, memang dibutuhkan edukasi soal jaminan sosial. Kami pun memberi penghargaan pada Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota serta pengusaha yang membantu mengedukasi masyarakat. Ini bukan jadi tugas pemerintah saja, tapi seluruh elemen masyarakat," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Malioboro, Rudiarto mengungkapkan, potensi komunitas asosiasi pedagang kaki lima Jalan Malioboro berjumlah 2.450 pedagang. Adapun di seluruh kota Yogjakarta terdapat 7.500-10 ribu pedagang yang tergabung dalam paguyuban. Tapi, mereka yang informal dan tak terkait paguyuban pun banyak.
"Pedagang disini menyambut baik soal jaminan sosial, apalagi kami penuh risiko kejatuhan baliho atapun ketabrak," terangnya.
Dilain pihak, Rudiarto mengeluhkan, banyak pedagang kios Jalan Malioboro adalah mereka yang sebelumnya menjadi pekerja formal, seperti pegawai negeri. Mereka beralih mengambil lapak berdagang setelah pensiun yang nota bene usianya di atas 55 tahun. Padahal, batas umur peserta jaminan sosial adalah 55 tahun.
"Para pedagang disini banyak yang umur 70 tahun masih
seger-seger, karena itu kalau bisa batasan umur ditinjau ulang," terangnya.
Begitu juga, harap Rudiarto terkait manfaat tambahan setelah menjadi peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek). Mereka yang sudah ikut beberapa tahun berharap bisa diberikan pinjaman modal tambahan, bea siswa sekolah ataupun Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMP) sebagaimana pekerja formal atau mereka yang tergabung dalam perusahaan atau bekerja di pabrik-pabrik.
Menanggapi itu, Junaedi mengatakan, soal batasan usia itu terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP). Namun, bisa saja karena tingkat harapan hidup rata-rata manusia Indonesia meningkat, dinamika itu akan dikaji dan diusulkan dalam pembuatan PP mendatang. Sedangkan, soal manfaat tambahan, Junaedi mengatakan, BPJS Ketenagakerjaan tidak pernah membeda-bedakan pemberian manfaat tambahan, pada pekerja formal maupun informal, asalkan mereka taat membayar iuran.
"Tapi manfaat tambahan itu masih menunggu PP yang akan dikeluarkan pemerintah. Prinsipnya, pekerja informal pun bisa menerima manfaat dalam berbagai bentuk yang diberlakukan pada para pekerja formal," pungkasnya.
[dem]