Konflik agraria yang terjadi disejumlah daerah menjadi masalah utama yang harus segera diselesaikan. Tercatat sekitar 1.391 konflik agraria diseluruh Indonesia dan belum dituntaskan pada era Presiden SBY. Pemerintahan baru diminta membuat sebuah lembaga adhoc untuk menanganai masalah tersebut.
Menjamurnya konflik agraria, lantaran ada kecenderungan ketidakberpihaknya pemerintah pada masyarakat yang terlibat pertikaian lahan. Bahkan, di sejumlah kasus, aparat pemerintah maupun kemanan malah melakukan intimidasi terhadap warga.
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin menyatakan, konflik agraria yang banyak merebah merupakan pertanda untuk segera dilaksanakan pembaruan agraria. Apalagi, konflik agraria yang terjadi selalu disebabkan oleh alasan-alasan ketimpangan pemilikan, penguasaan dan pengelolaan sumber-sumber agraria, atau yang disebut ketimpangan struktur agraria.
“Ketimpangan struktur agraria ini menjadi persoalan utama yang belum terselesaikan. Bahkan, terus meningkat sepanjang kekuasaan Presiden SBY selama sepuluh tahun terakhir,†katanya di Jakarta, kemarin.
Dia menerangkan, karakter sengketa dan konflik agrarian diantaranya bersifat kronis, massif dan terstruktur. Menurutnya, kebijakan-kebijakan pemerintah dalam penguasaan dan penggunaan tanah serta pengelolaan sumber daya alam menjadi penyebab utama. Selain itu, penerbitan izin-izin usaha penggunaan tanah dan pengelolaan sumber daya alam tidak menghormati keberagaman hukum yang menjadi dasar dari hak tenurial masyarakat hingga berujung pada terjadinya pelanggaran HAM.
KPA mencatat sepanjang 2004-2014 telah terjadi 1.391 konflik agraria di seluruh wilayah Indonesia dengan areal konflik seluas 5.711.396 hektare. “Di mana terdapat lebih dari 926.700 kepala keluarga harus menghadapi ketidakadilan agraria dan konflik berkepanjangan,†katanya.
Tak hanya itu, ketidakberpihakan pemerintah kepada masyarakat yang tengah berkonflik, tindakan intimidasi dan kriminalisasi, serta pemilihan cara-cara represif oleh aparat keamanan telah mengakibatkan 1.354 orang ditahan.
Selebihnya, 553 orang mengalami luka-luka, 110 orang tertembak peluru aparat, serta 70 orang tewas di wilayah-wilayah konflik tersebut selama periode 2004–2014.
“Cara represif masih dilakukan dalam penanganan konflik yang justru masyarakat sangat dirugikan hingga menjadi korban,†tutur Iwan.
Dia menilai, dalam mengatasi permasalahan agraria ini, Badan Pertanahan Negara (BPN) tidak melaksanakan tugasnya dengan optimal karena terbatasnya kewenangan yang dimiliki. Sejumlah konflik perebutan lahan tak bisa ditengahi BPN selaku perwakilan pemerintah. “Tak hanya itu, terkadang BPN sendiri kerap membuat konflik semakin keruh, akibat keputusannya terhadap perebutan lahan tidak tepat,†ujarnya.
Pihaknya berharap dengan melihat fakta kebuntuan penyelesaian konflik agraria di tanah air selama ini, maka presiden terpilih Jokowi perlu membentuk sebuah badan atau lembaga khusus yang bersifat adhoc untuk menyelesaikan konflik secara menyeluruh. “Fungsi utama lembaga khusus ini adalah untuk memulihkan hak-hak korban konflik agraria yang telah terjadi di masa lalu dan saat ini. Sekaligus mencegah terjadinya konflik agraria di masa yang akan datang,†tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Dianto Bachriadi menyatakan, Indonesia masih rawan akan konflik agraria. “Trennya justru setiap tahun meningkat, semua itu terjadi dengan melibatkan lahan seluas 5 juta hektare,†ujarnya.
Dia menyebutkan, konflik agraria di sejumlah tempat di wilayah Indonesia ini bukan tanpa masalah. Dari ragam kejadian, konflik-konflik yang biasanya melibatkan perusahaan pengelola lahan dengan warga setempat selalu diwarnai dengan kekerasan. Akibatnya, tak sedikit nyawa masyarakat yang terlibat bentrok harus terluka dan bahkan tewas.
Tak hanya itu, masyarakat yang menjadi korban kerap kali menerima perlakuan kasar dan intimidasi dari aparat keamanan yang berjaga di area konflik.
Meskipun tak jarang pertikaian juga terjadi antar sesama warga yang berebut lahan. “Ini harus jadi perhatian, khususnya untuk pemerintahan ke depan bahwa selama 10 tahun pemerintahan SBY konflik agraria belum terselesaikan,†pungkasnya. ***