Berita

ilustrasi

Bisnis

Industri Padat Karya Sulit Berkembang Membuat Pengangguran Sulit Ditekan

Pemerintahan Jokowi-JK Disaranin Tingkatkan Sertifikasi Pekerja
SENIN, 08 SEPTEMBER 2014 | 08:11 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Data Badan Pusat Statistik (BPS) soal penurunan hingga 50 ribu orang pengangguran dianggap tidak sinkron dengan kondisi perlambatan ekonomi saat ini. Pasalnya, di saat pertumbuhan menurun, pengangguran bisa lebih meningkat.

“Data dari BPS patut dipertanyakan, penurunannya pada pengangguran yang mana. Karena melihat barometer dari pertumbuhan ekonomi rendah, akan terasa sulit pengangguran bisa menurun,” ujar peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listyanto.

Eko mengatakan, saat ini industri yang merekrut tenaga kerja tidak besar dan pertumbuhan pertanian menurun. Jika pengangguran menurun, berarti data itu patut dipertanyakan.


“Industri padat karya turun, sektor pertanian juga turun. Pengurangan turun itu dari mana,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut dia, yang perlu diwaspadai bukan hanya pengangguran terbuka. Saat ini pengangguran tidak penuh juga trendnya terus meningkat setiap tahun dari Februari 2013 sebesar 36,65 juta orang menjadi 36,97 juta orang.

Oleh karena itu, menurut Eko, pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan pemerintah baru adalah mengembangkan industri padat karya dan sektor pertanian sebagai langkah mengurangi pengangguran nasional. Apalagi tahun depan akan menghadapi pasar bebas ASEAN.

Jika masalah itu tidak segera disiapkan, maka pasar bebas nanti bukannya mengurangi pengangguran tapi malah makin menambah lantaran lapangan kerja nasional bisa diambil dari masyarakat negara ASEAN lainnya.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan, tidak mungkin jumlah pengangguran turun seiring pelambatan ekonomi.

“Seharusnya BPS menjaga kredibilitas dan kualitas data dengan menyampaikan fakta sesuai realita,” tuturnya.

Ia juga mempertanyakan data-data yang dirilis BPS untuk realisasi pertumbuhan ekonomi maupun angka pengangguran.

Sofjan mengungkapkan, rendahnya jumlah entreprenuer di Indonesia menjadi indikator tingkat pengangguran akan sulit ditekan. Padahal, entreprenuer jadi salah satu solusi menekan angka pengangguran dengan meningkatkan jumlah wirausaha baru di Indonesia.

Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani menjelaskan, penyebab pengangguran yang meningkat karena di satu sisi pemerintah menyiapkan pendidikan gratis, namun di sisi lain kesempatan bekerja justru semakin sulit.

“Ini menyebabkan tingkat pengangguran semakin tinggi. Padahal kebanyakan pengangguran adalah orang terdidik yang belajar sampai ke jenjang pendidikan tinggi,” ujarnya.

Untuk mengantisipasi hal itu, dia menyarankan pemerintah mendatang bisa melakukan sertifikasi pekerja. Sampai saat ini baru 5 persen pekerja yang tersertifikasi, sementara 95 persen lainnya belum mendapatkan itu.

“Alhasil, kita jadinya nggak bisa kerja di luar. Orang lain malah bisa nanti ke sini. Kita harus sertifikasi seperti bagaimana ahli las mendapat sertifikat internasional,” jelas dia.

Agar optimal, lanjut Aviliani, sertifikasi pekerja sebaiknya diambil alih Kementerian Pendidikan. Sebelumnya sertifikasi ditangani oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

“Dirjen ketenagakerjaan mestinya di pendidikan. Sertifikasi di pendidikan. Sertifikat itu kan seharusnya ketika sekolah. Kalau tidak ada kebijakan berkesinambungan, pengangguran bisa jadi masalah jangka menengah dan panjang,” jelasnya.

Kepala BPS Suryamin mengatakan, dalam setahun terakhir jumlah pengangguran bisa diturunkan sebanyak 50 ribu orang. Pihaknya mencatat, pada Februari 2014 ada 181 juta penduduk Indonesia yang berusia kerja.

“Dari angka tersebut, 125 juta merupakan angkatan kerja dan sisanya non angkatan kerja seperti pelajar, mahasiswa dan sebagainya yang tidak aktif mencari kerja,” ujar dia.

Suryamin mengungkapkan, pada Februari 2014 ada perubahan data penghitungan oleh BPS. Acuan BPS berubah dari data yang sebelumnya estimasi menjadi proyeksi. Terutama dari jumlah penduduk Indonesia dihitung sebelumnya 238 juta menjadi 251 juta.

“Data ini telah mengalami perubahan pada tahun-tahun sebelumnya sehingga tetap bisa dibandingkan dengan tepat,” katanya. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

UPDATE

DAMRI dan Mantan Jaksa KPK Berhasil Selamatkan Piutang dari BUMD Bekasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:12

Oggy Kosasih Tersangka Baru Korupsi Aluminium Alloy Inalum

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:09

Gotong Royong Penting untuk Bangkitkan Wilayah Terdampak Bencana

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:08

Wamenkum: Restorative Justice Bisa Diterapkan Sejak Penyelidikan hingga Penuntutan

Selasa, 23 Desember 2025 | 14:04

BNI Siapkan Rp19,51 Triliun Tunai Hadapi Libur Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:58

Gus Dur Pernah Menangis Melihat Kerusakan Moral PBNU

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:57

Sinergi Lintas Institusi Perkuat Ekosistem Koperasi

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:38

Wamenkum: Pengaturan SKCK dalam KUHP dan KUHAP Baru Tak Halangi Eks Napi Kembali ke Masyarakat

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Baret ICMI Serahkan Starlink ke TNI di Bener Meriah Setelah 15 Jam Tempuh Medan Ekstrim

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:33

Pemerintah Siapkan Paket Diskon Transportasi Nataru

Selasa, 23 Desember 2025 | 13:31

Selengkapnya