Pemerintah akan terus memaksa perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia menggunakan produksi dalam negeri.
Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengatakan, saat ini pihaknya mendorong PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara untuk memakai produk dalam negeri berupa peralatan serta barang pada proses produksi di tambangnya.
Langkah ini dinilai penting, apalagi setiap tahunnya perusahaan asal Amerika Serikat itu menghabiskan dana hingga belasan triliun rupiah terkait pengadaan alat dan barang asal luar negeri. “Bahkan dulu saja catering impor,†kata Hidayat.
Menurut dia, dalam proses renegosiasi dengan Freeport beberapa waktu lalu, pihaknya telah meminta untuk menggunakan alat dan barang yang sudah bisa diproduksi dalam negeri sambil terus menekan penggunaan alat dan barang impor.
“Dalam perjanjian Freeport dengan pemerintah Indonesia, ini bagian penting dalam usulan kami yakni mereka menggunakan alat produksi dan teknologi harus diusahakan buatan Indonesia sepanjang negara bisa memproduksi,†jelas dia.
Karena itu, pihaknya sudah mengajukan daftar alat dan barang yang dibutuhkan Freeport dan sudah mampu diproduksi di Indonesia.
“Kita keluarkan semacam shortlist untuk barang-barang yang sudah dibuat di Indonesia atas dasar daftar mereka yang dibutuhkan per tahun. Nilainya bisa hampir 1,5 miliar dolar AS,†ungkap politisi asal Partai Golkar itu.
Menurut Hidayat, pemenuhan alat dan barang yang dilakukan Freeport dari dalam negeri memang terbilang kecil, hanya sekitar 10-11 persen dari total keseluruhan alat dan barang yang dibutuhkan. Pemerintah ingin nilainya bisa mencapai minimal 45 persen.
“Kalau langsung seluruhnya tidak mungkin, setidaknya setiap tahun bisa 30 persen hingga 40 persen. Kalau produk dalam negeri ini bisa dipaksakan pemerintah kepada instansi atau lembaga pemerintah yang menggunakan APBN atau APBD. Untuk perusahaan swasta harus B to B,†jelas Hidayat.
Staf Ahli Menperin Bidang Pemasaran dan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) Ferry Yahya mengatakan, industri dalam negeri juga dipacu untuk meningkatkan kandungan produk lokal bagi setiap produknya dengan menggunakan komponen dalam negeri dalam semua proses produksinya.
Penggunaan produk lokal ini sesuai dengan amanat UU Nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian. Dalam pasal 85 berisi keharusan meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Yaitu dengan memberlakukan program penanggalan atas berbagai komponen impor di masing-masing produk mereka.
Bahkan, kata Ferry, dengan lahirnya Undang-Undang Perindustrian akan membuka peluang aturan baru terkait investasi. Tidak menutup kemungkinan nantinya penggunaan produk lokal dalam setiap produksi menjadi syarat yang harus dipatuhi, baik oleh investor asing maupun dalam negeri.
Jika penggunaan kandungan lokal menjadi syarat investasi, maka persyaratan itu bisa memperpanjang mata rantai nilai tambah bagi perekonomian lokal. Saat ini, penggunaan kandungan lokal yang tinggi hanya sebatas mendapat insentif dari pemerintah. Belum diberlakukan sebagai sebuah persyaratan yang wajib dipatuhi pelaku industri. ***