Para penolak pemilihan kepala daerah melalui DPRD dinilai mengabaikan sila keempat Pancasila sebagai norma hukum dasar. Yaitu, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Padahal dengan menjadikan sila keempat sebagai dasar, dimaksudkan DPRD sebagai representasi rakyat dapat melakukan fungsi permusyawaratan dan perwakilan itu untuk kebaikan masyarakat.
Demikian disampaikan anggota DPR dari Fraksi PAN Achmad Rubaie kepada
Rakyat Merdeka Online sesaat lalu (Sabtu, 6/9).
Karena itu, PAN setuju dengan usulan pemerintah dalam RUU Pilkada bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota kembali dipilih melalui DPRD.
"Jadi keinginan DPR RI menginginkan pilihan gubernur, bupati, walikota dilaksanakan DPRD argumentasinya sangat filosofis dan ideologis sesuai dengan sila keempat," tegasnya.
Sebelumnya, pakar politik yang juga mantan anggota KPU, Ramlan Surbakti menjelaskan, pemilihan kepala daerah oleh DPRD tidak konstitusional dan tidak konsisten dengan sistem pemerintahan presidensil.
"Keberadaan DPRD dan kepala daerah dilandasi asas otonomi daerah. Tapi persoalan muncul, anggota DPRD dipilih langsung. Dalam pasal 18 ayat 4 (UUD 1945), mekanisme kepala daerah harus sama dengan pusat. Waktu pasal 18 ayat 4 itu diamandemen, mekanisme kepala daerah masih dipilih MPR. Jadi tidak disebutkan kepala daerah dipilih oleh DPRD, tetapi dipilih secara demokratik," tegas Ramlan dalam konfrensi pers 'Menolak Kepala Daerah Dipilih DPRD' kemarin.
Itu sebabnya, kata Ramlan, melalui UU 32/2004 kepala daerah dipilih langsung supaya konsisten dengan pusat. Dalam sistem negara presidensiil dan otonomi daerah, kepala daerah pun mesti satu sistem dengan pusat.
"Jika dikembalikan ke DPRD, itu artinya kita menggunakan bentuk pemerintahan parlementer. Kalau presidensil pemerintah daerahnya dipilih langsung. Di UU tidak ada pemerintah dipisahkan dengan pemilihnya," demikian Ramlan.
[zul]