Berita

abdurrahman Abdullah

Ternyata Jokowi Salah Membaca Postur RAPBN 2015

RABU, 03 SEPTEMBER 2014 | 04:01 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Sikap Presiden terpilih Joko Widodo dan tim ekonominya yang mendorong kenaikan harga BBM sesungguhnya sangat politis. Pasalnya, desakan itu bukan didasarkan pada fakta yang valid.

"Jokowi dan tim ekonominya salah membaca dalam menilai postur RAPBN 2015," ujar anggota Komisi VI DPR RI Abdurrahman Abdullah (Rabu, 3/9).

Dalam berbagai keterangannya di media, Jokowi mengatakan bahwa subsidi BBM sebesar Rp 363,53 triliun terlalu membebani rancangan anggaran pendapatan dan belanja (RAPBN) untuk tahun 2015.

Padahal, jumlah sebesar itu bukan untuk subsidi BBM saja melainkan subsidi energi yang terdiri dari subsidi BBM, BBN (Bahan Bakar Nabati), LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar Rp291,11 triliun dan subsidi listrik mencapai sebesar Rp72,42 triliun.

"Kalau ditotalkan antara subsidi energi dan subsidi listrik barulah mencapai Rp 363,53 triliun, bukan semuanya untuk subsidi BBM," tegas politikus Partai Demokrat ini.

Lebih jauh dia menjelaskan, subsidi BBM pada RAPBN 2015 di atas hanya mengalami peningkatan sebesar 18 persen dari subsidi BBM pada APBNP 2014 (sebesar Rp 246,5 triliun). Sementara subsidi listrik turun drastis pada tahun 2015 sebesar 43 persen dari tahun 2014 (Rp 103,8 triliun).

Penurunan subsidi listrik yang drastis, yaitu sebesar Rp 31,4 triliun karena listrik sudah mengalami peningkatan tarif dasar listri (TDL) sehingga jumlah subsidi listrik mengalami penurunan dan tidak terlalu membebani keuangan negara. Sesungguhnya, dari penurunan subsidi listrik ini bisa digunakan untuk subsidi BBM dan negara hanya menambah subsidi BBM sebesar Rp 13 triliun saja.

"Ini bisa diambil dari kenaikan pendapatan negara. Dengannya, subsidi BBM untuk satu tahun ke depan masih bisa stabil dan alibi terlalu membebani keuangan negara tidak berdasarkan fakta," urainya.

Menurutnya, alasan di ataslah yang mungkin menjadi pertimbangan tim ekonomi Presiden SBY untuk memutuskan tidak menaikkan harga BBM selain dari alasan masih terbebaninya rakyat akibat kebaikan TDL dan LPG. "Karena berdasarkan fakta keuangan yang valid, bukan pada faktor politis semata," tandasnya. [zul]

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Muncul Petisi Agus Salim Diminta Kembalikan Uang Donasi

Rabu, 23 Oktober 2024 | 02:22

Bahlil Tunjukkan Kesombongan pada Prabowo

Jumat, 25 Oktober 2024 | 13:37

UPDATE

Polisi: Tak Ada Korban Jiwa dalam Peristiwa Truk Kontainer Ugal-ugalan

Jumat, 01 November 2024 | 10:05

Harga Emas Antam Terjun Rp20 Ribu, Satu Gram Jadi Segini

Jumat, 01 November 2024 | 10:02

Mendagri Bakal Lapor Prabowo soal Omnibus Law UU Politik

Jumat, 01 November 2024 | 09:50

Ketahuan Bawa Gepokan Dolar Hitam, WNI Ditangkap di AS

Jumat, 01 November 2024 | 09:46

Kemenkop Ingin Koperasi Dilibatkan dalam Swansembada Pangan

Jumat, 01 November 2024 | 09:42

Impor Baja Murah Ancaman Industri dan Keamanan Masyarakat

Jumat, 01 November 2024 | 09:40

Tidak Tepat Kebijakan Impor Gula Era Tom Lembong Diperkarakan secara Pidana

Jumat, 01 November 2024 | 09:36

Pakar: BPA Dalam Kemasan Pangan Masih Dalam Batas Aman

Jumat, 01 November 2024 | 09:29

Prabowo akan Kunker ke China, Kader PKS Singgung Kemerdekaan Palestina

Jumat, 01 November 2024 | 09:28

Perhakhi Dituntut Wujudkan Penegakan Keadilan di Masyarakat

Jumat, 01 November 2024 | 09:18

Selengkapnya