Berita

ratu atut

Hukum

Ringannya Vonis Ratu Atut Pelecehan terhadap Supremasi Hukum

RABU, 03 SEPTEMBER 2014 | 00:56 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dinilai tidak mempertimbangkan rasa keadilan publik saat menjatuhkan vonis kepada Ratu Atut Chosiyah terkait kasus suap dalam penanganan sengketa Pilkada Lebak di Mahkamah Konstitusi.

Pasalnya, sudah menjadi rahasia umum, kasus penyuapan terhadap Akil Mochtar selaku Ketua MK ketika itu adalah momentum atas terkuaknya sejumlah kasus tindak pidana korupsi lain yang melibatkan Atut bersama dinastinya.

Demikian disampaikan Juru Bicara Masyarakat Transparansi (Mata) Banten Oman Abdurahman dalam keterangan persnya (Selasa, 2/9).

Karena itu dia menilai, vonis Majelis Hakim kepada Gubernur Banten nonaktif itu melukai rasa keadilan masyarakat. Sebab, hukuman penjara empat tahun ditambah denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan dari tuntutan selama 10 tahun penjara dan denda Rp250 juta itu terlalu rendah.

"Ini jelas pelecehan terhadap supremasi hukum. Tindakan suap terhadap ketua MK yang melibatkan Atut begitu mengguncang dan membawa dampak negatif yang masif. Vonis itu sama sekali tidak memberikan efek jera," kata Oman.

Oman mengungkapkan, Mata Banten sedang mempertimbangkan rencana melaporkan majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut ke Komisi Yudisial. Pihaknya khawatir terjadi kesalahan penerapan tata acara persidangan serta pelanggaran kode etik.

"Terlebih, putusan atas perkara Atut ini diwarnai dissenting opinion atau pendapat berbeda," bebernya.

Hakim anggota empat, Alexander Marwata, menilai Atut tidak terbukti melakukan perbuatan pidana sesuai dengan dakwaan primer maupun subsider. Karena itu, Atut sedianya dibebaskan.

"Kami berharap jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan banding atas putusan tersebut. Upaya hukum itu agar tetap menjaga optimisme publik bahwa tidak ada ruang bagi seorang koruptor untuk diringankan hukumannya," Oman menegaskan.

Terpisah, penggiat antikorupsi Afie Arbinova menganalisa, vonis majelis hakim itu sama sekali tidak mencerminkan pendekatan hukum yang progresif. Seolah-olah majelis hakim mengabaikan beberapa fakta persidangan. "Misalnya soal pertemuan Atut dan Akil di Singapura. Belum lagi soal kepentingan Atut pada pelaksanaan," tandasnya. [zul]

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Muncul Petisi Agus Salim Diminta Kembalikan Uang Donasi

Rabu, 23 Oktober 2024 | 02:22

Bahlil Tunjukkan Kesombongan pada Prabowo

Jumat, 25 Oktober 2024 | 13:37

UPDATE

Polisi: Tak Ada Korban Jiwa dalam Peristiwa Truk Kontainer Ugal-ugalan

Jumat, 01 November 2024 | 10:05

Harga Emas Antam Terjun Rp20 Ribu, Satu Gram Jadi Segini

Jumat, 01 November 2024 | 10:02

Mendagri Bakal Lapor Prabowo soal Omnibus Law UU Politik

Jumat, 01 November 2024 | 09:50

Ketahuan Bawa Gepokan Dolar Hitam, WNI Ditangkap di AS

Jumat, 01 November 2024 | 09:46

Kemenkop Ingin Koperasi Dilibatkan dalam Swansembada Pangan

Jumat, 01 November 2024 | 09:42

Impor Baja Murah Ancaman Industri dan Keamanan Masyarakat

Jumat, 01 November 2024 | 09:40

Tidak Tepat Kebijakan Impor Gula Era Tom Lembong Diperkarakan secara Pidana

Jumat, 01 November 2024 | 09:36

Pakar: BPA Dalam Kemasan Pangan Masih Dalam Batas Aman

Jumat, 01 November 2024 | 09:29

Prabowo akan Kunker ke China, Kader PKS Singgung Kemerdekaan Palestina

Jumat, 01 November 2024 | 09:28

Perhakhi Dituntut Wujudkan Penegakan Keadilan di Masyarakat

Jumat, 01 November 2024 | 09:18

Selengkapnya