Joko Widodo-Jusuf Kalla sudah sah menjadi presiden dan wakil presiden setelah Mahkamah Konstitusi resmi menolak sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta.
Karena itu, rakyat Indonesia harus kembali bersatu padu untuk memperkuat kohesi sosial. Sebab, pada Pilpres kemarin masyarakat terbelah dalam dukung mendukung pada dua kubu kandidat capres, bahkan sampai perang fitnah, konflik, dan intimidasi yang terjadi di beberapa daerah.
Demikian disampaikan Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja seluruh Indonesia (PGI) Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe, dalam diskusi “Partisipasi Kelompok Sipil Agama Dalam Memperkuat Kembali Integrasi Sosial Pasca Pilpres†yang digelar Maarif Institute di Aula Gedung PP Muhamamdiyah, Jalan Menteng Raya 62, Jakarta Pusat, kemarin.
"Jika ini terus dibiarkan terjadi, praktek demokrasi yang kebablasan itu bisa mengarah pada retaknya integrasi sosial pada bangsa ini. Integrasi sosial bangsa inilah yang sudah dengan susah payah dijaga oleh segenap rakyat Indonesia semenjak zaman sebelum kemerdekaan,†tegasnya.
Jangan sampai integrasi bangsa yang mahal harganya ini begitu saja dibiarkan dibajak oleh kepentingan elite politik yang memanfaatkan fanatisme dukungan rakyat kecil.
Indonesianis dari the Australian National University, Prof. Greg Fealy, yang juga hadir sebagai pembicara mengingatkan, Pilpres 2014 seharusnya dijadikan momentum bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mengendorkan ego masing-masing guna menjalin kerjasama yang erat untuk kemajuan bangsa.
Para pemimpin partai politik dan elite politik harus memberikan contoh yang bagus tentang bagaimana seharusnya menjalani sebuah kompetisi politik yang sehat dan kemudian mengakhirinya secara sportif juga. Mereka harus kembali berpikir dan bertindak untuk tujuan bersama, yaitu kesejahteraan rakyat dan kemajuan Indonesia. Oleh karena itu, Pilpres 9 Juli 2014 jangan sampai menjadi turning point bagi bangsa Indonesia.
“Pilpres harus menjadi titik penting untuk melanjutkan pencapaian-pencapaian positif bangsa Indonesia dan untuk semakin menguatkan kerja-kerja politik bagi kesejahteraan rakyat. Untuk itu, kelompok sipil agama harus bisa menjadi hakim dan pengawas yang adil pada proses politik ini. Para agamawan dan kelompok sipil agama harus terus menerus memberikan pendidikan politik pada rakyat agar tidak terjebak pada fanatisme politik dan egoisme sektoral,†tandasnya.
[zul]