Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyalahkan PT Pertamina (Persero) terkait kelangkaan BBM subsidi, pekan lalu. Kelangkaan terjadi karena buruknya manajemen distribusi BBM perusahaan pelat merah itu.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Bambang Brodjonegoro menilai, cara Pertamina memotong kuota BBM subsidi per Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terlalu ekstra ketat. Itu menimbulkan gejolak di masyarakat yang menyebabkan antrean panjang akibat panic buying.
Bambang juga melihat kurang bagusnya manajemen distribusi BUMN migas itu. Akibatnya, kelangkaan terjadi di mana-mana.
“Harusnya manajemen distribusi (BBM subsidi) lebih bagus. Berarti ada yang salah dalam konteks alokasi itu,†ujarnya.
Karena itu, dia mengingatkan Pertamina memperhatikan alokasi distribusi BBM bersubsidi dengan memperhitungkan jumlah konsumsi per wilayah. Soalnya, jumlah konsumsi per wilayah berbeda-beda.
“Alokasi dari distribusi BBM perlu diperbaiki. Menurut wilayah, menurut daerahnya. Pokoknya supaya Pertamina lebih hati-hati dalam mengantisipasi,†kata Bambang.
Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Prof Akhmad Syakhroza mengatakan, pemerintah berkewajiban memenuhi kebutuhan BBM rakyatnya. “Sesuai Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, pemerintah berkewajiban menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi BBM yang merupakan komoditas vital untuk masyarakat,†jelas politisi Demokrat ini.
Menurut Syakhroza, rakyat perlu mendapatkan BBM subsidi dan menjamin ketersediaan serta pendistribusian BBM yang cukup, untuk disebarkan ke seluruh wilayah Indonesia.
Sebelumnya, Corporate Secretary Pertamina Ali Mundakir mengakui bahwa akan timbul gejolak jika pasokan BBM dibatasi. Namun, diakui, Pertamina tidak punya cara lain untuk menghemat kuota BBM subsidi. Selain, melakukan pembatasan konsumsi.
Wakil Ketua DPP PKS Bidang Kewirausahaan Achmad Rilyadi meminta Pemerintahan Jokowi-JK memperioritaskan program konversi BBM ke gas untuk menekan anggaran subsidi dibandingkan opsi menaikkan harga.
“Sebaiknya fokus melakukan konversi BBM subsidi ke gas bagi kendaraan umum,†katanya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Apalagi, menurut bekas anggota DPR itu, dalam lima tahun terakhir, Pemerintah SBY belum berhasil menjalankan program konversi BBM ke gas untuk angkutan umum maupun untuk mobil pribadi. “Menaikkan harga harus opsi terakhir. Kami tetap menolak kenaikan harga,†tegasnya.
Selain itu, yang perlu dilakukan bagaimana menekan jumlah penyelundupan BBM subsidi. Saat ini, BBM subsidi banyak yang diselundupkan seperti ke Timor Leste dan Singapura.
“Ini yang harus diselesaikan. Untuk menutupi kebocoran anggaran pemerintah bisa menutupnya dengan mengerek pajak,†tandasnya.
Nelayan Tak MelautTerkait dengan BBM, Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja mengatakan, pembatasan pembeliaan BBM subsidi yang dilakukan Pertamina pekan lalu sangat berdampak bagi sektor kelautan dan perikanan.
Akibat pembatasan yang menyebabkan kelangkaan itu membuat sejumlah nelayan kecil di daerah terpencil tidak bisa melaut hampir satu bulan lantaran tidak ada pasokan BBM bersubsidi. Sebab itu, dia meminta alokasi untuk nelayan tidak dikurangi. Apalagi 60 persen biaya yang dihabiskan nelayan itu untuk pembeliaan BBM. “Kalau mereka tidak dapat memenuhi itu nanti mereka kesulitan menangkap ikan dan menimbulkan kelangkaan penjualan ikan,†ujarnya.
Sjarief mengatakan, permasalahan pokok yang dihadapi adalah jalur distribusi BBM yang sulit dijangkau terutama bagi nelayan kecil.
Direktur Usaha Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini meminta jatah BBM bersubsidi sebesar 2,7 juta kiloliter (KL). “Tapi disetujui 2,2 juta kiloliter termasuk budi daya dan masyarakat pesisir,†kata Zaini. ***