Berita

ilustrasi

Tak Masuk Akal Subsidi BBM Disebut Membebani APBN

KAMIS, 28 AGUSTUS 2014 | 09:25 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Alasan Presiden terpilih Joko Widodo bahwa subsidi bahan bakar minyak (BBM) harus dikurangi karena membebani APBN tidak beralasan.

Menurut pengamat anggaran politik, Uchok Sky Khadafi, tidak masuk akal kalau subsidi BBM disebut membebani APBN.

"Alasan ini tidak ilmiah dan alasan ini hanya asal-asal saja dibuat oleh untuk menciptakan opini yang menyesatkan. Hal ini bisa lihat dari perbandingaan realisasi anggaran tahun 2013 atau APBN Perubahaan 2013," jelas Uchok, (Kamis, 28/8).

Dia menjelaskan, yang membebani APBN bukan subsidi buat rakyat, tetapi lebih sangat membebani adalah pembayaran bunga utang tahun 2013. Realisasi belanja pembayaran bunga utang tahun 2013 sebesar Rp 113 triliun atau sebesar 100,46 persen dari jumlah dianggarkan dalam APBN Perubahaan sebesar Rp 112,5 Triliun.

Hal ini berarti realisasi belanja pembayaran bunga utang tahun 2013 lebih besar Rp 12,5 triliun atau naik 12.46 persen dari realisasi tahun tahun 2012 sebesar Rp 100,5 triliun.

Sedangkan realisasi seluruh subsidi buat rakyat tahun 2013 sebesar Rp 355 triliun, dan bila dibandingkan pada tahun 2012, ada  kenaikan sebesar Rp 2,49 persen dari realisasi tahun 2012 sebesar Rp 346,4 triliun

"Malahan khusus untuk realisasi  anggaran subsidi energi dari tahun 2012 ke tahun 2013 mengalami penurunan dratis sampai Rp 1,8 triliun. Dimana, realisasi subsidi energi pada tahun 2012 sebesar Rp 30,9 triliun, dan pada tahun 2013 hanya sebesar Rp 30,9 triliun," ungkap Uchok.

Dalam RAPBN 2015, anggaran untuk belanja subsidi energi adalah Rp 291,1 triliun. Jumlah itu meningkat dari alokasi APBN perubahan 2014 sebesar Rp 246,5 triliun. Jokowi menilai, subsidi tersebut terlalu besar sehingga membebani APBN. Padahal, kata dia, jika anggaran subsidi ditekan, akan ada ruang fiskal yang lebih besar untuk program kerja lain. [zul]

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

Pemuda Katolik Tolak Program Transmigrasi di Papua

Rabu, 30 Oktober 2024 | 07:45

Akbar Faizal Sindir Makelar Kasus: Nikmati Breakfast Sebelum Namamu Muncul ke Publik

Senin, 28 Oktober 2024 | 07:30

Muncul Petisi Agus Salim Diminta Kembalikan Uang Donasi

Rabu, 23 Oktober 2024 | 02:22

Bahlil Tunjukkan Kesombongan pada Prabowo

Jumat, 25 Oktober 2024 | 13:37

UPDATE

Polisi: Tak Ada Korban Jiwa dalam Peristiwa Truk Kontainer Ugal-ugalan

Jumat, 01 November 2024 | 10:05

Harga Emas Antam Terjun Rp20 Ribu, Satu Gram Jadi Segini

Jumat, 01 November 2024 | 10:02

Mendagri Bakal Lapor Prabowo soal Omnibus Law UU Politik

Jumat, 01 November 2024 | 09:50

Ketahuan Bawa Gepokan Dolar Hitam, WNI Ditangkap di AS

Jumat, 01 November 2024 | 09:46

Kemenkop Ingin Koperasi Dilibatkan dalam Swansembada Pangan

Jumat, 01 November 2024 | 09:42

Impor Baja Murah Ancaman Industri dan Keamanan Masyarakat

Jumat, 01 November 2024 | 09:40

Tidak Tepat Kebijakan Impor Gula Era Tom Lembong Diperkarakan secara Pidana

Jumat, 01 November 2024 | 09:36

Pakar: BPA Dalam Kemasan Pangan Masih Dalam Batas Aman

Jumat, 01 November 2024 | 09:29

Prabowo akan Kunker ke China, Kader PKS Singgung Kemerdekaan Palestina

Jumat, 01 November 2024 | 09:28

Perhakhi Dituntut Wujudkan Penegakan Keadilan di Masyarakat

Jumat, 01 November 2024 | 09:18

Selengkapnya