Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan alasan pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) milik orang dekat Akil Mochtar, Muhtar Ependy ke Fransiskus.
"Subtansinya ya kenapa Pak Muhtar mencabut BAP," kata Fransiskus usai menjalani pemeriksaan di KPK, Jakarta, Selasa (26/8).
Fransiskus merupakan salah seorang penasehat hukum bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar. Dia diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan merintangi proses penyidikan, persidangan, dan menyampaikan keterangan palsu dalam persidangan perkara korupsi dan pencucian uang yang menjerat Akil‎. Di kasus itu, Muhtar sudah menjadi tersangka.
Hemat Fransiskus, ‎pencabutan BAP yang dilakukan Muhtar sah-sah saja. Di sisi lain, dia tekankan pencabutan BAP tersebut sama sekali bukan berdasarkan perintah dari Akil Mochtar.
"Enggak ada, kalau permintaan enggak ada," terangnya.
Fransiskus membantah kabar bahwa dirinya yang meminta Muhtar untuk mencabut BAP. Sebab, dia baru mengenal Muhtar. "Saya baru ketemu Muhtar saat sidang. Yang jelas adalah saya pengacara yang ikut memeriksa Muhtar Ependy, saya hanya menjalankan profesi saya," tandasnya.
Muhtar ‎ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan merintangi proses penyidikan, persidangan, dan menyampaikan keterangan palsu dalam persidangan perkara korupsi dan pencucian uang yang menjerat Akil. Ia disangka melanggar Pasal 22 jo Pasal 35 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Muhtar telah ditahan KPK pada 21 Juli 2014 lalu.‎ Ia kini mendekam di Rumah Tahanan Salemba. Saat menjadi saksi Akil beberapa waktu lalu, Muhtar mencabut keterangannya yang tertuang dalam BAP ketika diperiksa KPK.
Muhtar mengatakan kepada majelis hakim bahwa semua keterangan dalam BAP disampaikannya kepada tim penyidik KPK dalam kondisi tertekan dan terancam.
Muhtar mengaku mendapatkan ancaman dan teror dari beberapa calon kepala daerah serta sejumlah pihak lainnya. Menurut Muhtar, dirinya disangka makelar oleh para kepala daerah tersebut dalam pengurusan sengketa Pilkada di MK.
[dem]