Kementerian Energi SumÂber Daya Mineral (ESDM) tiÂdak akan memberikan sertifikat Clean and Clear (CnC) bagi peÂruÂsahaan tambang yang beÂlum memenuhi syarat. PraÂsyaÂrat itu tidak bisa ditawar lagi.
CnC sangat diperlukan bagi pengusaha tambang untuk menÂdapat rekomendasi sertifikat EkÂsportir Terdaftar (ET) dari KeÂmenterian Perdagangan samÂpai 1 September 2014. Jika tidak memiliki ET, maka penguÂsaha tidak bisa melakukan ekspor.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) KemenÂteÂrian ESDM R Sukhyar meneÂgaskan, piÂhaknya tidak bisa asal meÂnerbitkan CnC meski ada sekitar 1.000 perusahaan tamÂbang yang antre.
“Kita tidak bisa dipaksa,†kaÂtaÂnya kepada
Rakyat Merdeka.Sukhyar menjelaskan, ada tiÂga syarat utama yang harus diÂpeÂnuhi mendapatkan CnC. PerÂtama, peruÂsahaan harus meÂmiÂliki bukti tidak menunggak pemÂbayaran royalti. Kemudian, meÂmiliki serÂtifikat lulus analisis dampak lingÂkungan (amdal) dan melakuÂkan reklamasi lingÂÂkungÂan sekitar tambang.
Setelah syarat itu dipenuhi, seÂlanjutnya Kementerian ESDM akan mengirim rekomendasi ET kepada Kementerian Perdagangan.
Ketua Komite Bisnis AsoÂsiaÂsi Pertambangan Batubara InÂdoÂÂnesia (APBI) Pandu Sjahrir meÂnilai, tidak ada sosialisi yang meÂmadai dari pemerintah daÂlam hal penerapan CnC. MesÂki dari sisi tujuan baik unÂtuk meÂnekan
illegal mining, tapi dari sisi waktu sangat tidak tepat. Apalagi, jika harus dipakÂsakan berlaku per 1 SepÂtember 2014.
“Aturan dari Ditjen Minerba tidak disosialisasikan dengan meÂmadai. Dari sisi waktu juga tidak tepat sehingga akan berÂefek buÂruk pada semua,†tegas Pandu.
Menurut Pandu, banyak peÂnguÂsaha sudah mengajukan perÂÂminÂÂtaan sertifikasi
clean and clear sejak tiga tahun lalu. Tapi samÂpai saat ini tidak ada kejeÂlasan dari Kementerian ESDM apakah perÂmintaan itu diterima atau tidak.
Jadi, menurut dia, jika aturan itu dipaksakan, banyak peÂruÂsahaan tambang yang seÂbenarÂnya sudah
clean and clear tiba-tiba tiÂdak bisa mengirim baÂtuÂbara ke pembeli. Padahal, suÂdah ada komitmen bisnis.
Keluhan ini sudah disamÂpaiÂkan pengusaha saat SosiaÂlisasi PerÂmendag 39 pada 7 Agustus 2014. Sayangnya, maÂsukan inÂdustri sama sekali tak diÂakoÂmoÂdir. Bahkan, sosialisasi PerÂmenÂdag 39 justru berbeda deÂngan keÂtenÂtuan yang termuat daÂlam PerÂdirjen Minerba Nomor 714.
Menurut Pandu, semua keÂtenÂÂtuan baru itu belum pernah diteÂlaah bersama-sama dengan inÂdustri padahal damÂpaknya cukup negatif.
Ia menegaskan, jika CnC tetap diterapkan per 1 September, suÂdah bisa dipastikan perusahaan batuÂbara yang sudah memiliki koÂmitmen penjualan akan terÂganggu sehingga tidak bisa eksÂpor. Dampaknya akan berÂimbas pada sisi makro ekonomi di mana neraca perdagangan akan makin defisit.
Sekjen Asosiasi Pemasok EnerÂgi dan Batubara Indonesia (AspeÂbindo) Ekawahyu Kasih meminta aturan itu ditunda.
“Mestinya peÂrusahaan diberi waktu meÂnguÂrus perbaikan jika ada yang tumÂpang tindih. KaÂlangan peÂngusaha sangÂat berÂharap bisa menÂdapatkan status CNC untuk melakukan ekspor.†katanya.
Ekawahyu khawatir, dengan adanya aturan itu bisa memperÂpanjang rantai birokrasi. Belum lagi, tidak ada kepastian waktu berapa lama penguÂruÂÂsan untuk mendapat CnC. ***