ANAS URBANINGRUM DAN MARZUKI ALIE/NET
Sidang terdakwa kasus dugaan korupsi berupa gratifikasi proyek Hambalang dan proyek lainnya serta pencucian uang, Anas Urbaningrum kembali digelar hari ini (Senin, 25/8).
Persidangan masih dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi. Seorang di antaranya terpidana kasus suap Wisma Atlet, M. Nazaruddin.
Dalam kesaksiannya, Nazaruddin yang dahulu menjabat Bendahara Umum (Bendum) Partai Demokrat itu menjelaskan soal adanya bagi-bagi uang yang dilakukan kubu Anas dalam Kongres Partai Demokrat (PD) tahun 2010 lalu. Bagi-bagi uang itu, kata Nazar, guna memenangkan Anas sebagai Ketua Umum (Ketum) PD.
"Kalau tidak banyak bagi uang ke DPC, nggak mungkin menang, jadi karena posisi uang dipegang Anas besar, hasil survei terakhir Anas turun posisinya," kata Nazaruddin.
Nazaruddin mengatakan, saat itu semua pengeluaran uang yang dikeluarkan saat maupun sebelum kongres harus melalui persetujuan Anas.
"Uang yang saya keluarkan itu persetujuan Anas, karena uangnya dia nya," jelas dia.
Pernyataan Nazaruddin itu disambut sinis sejumlah pendukung Anas yang duduk di bangku pengunjung dan beberapa lainnya berdiri di bagian belakang ruang persidangan.
"H
uuuuu," sorak pendukung Anas kompak.
Kemudian diikuti umpatan maupun kata-kata tidak menyenangkan yang ditujukan kepada Nazaruddin terdengar samar di ruang persidangan. Nazaruddin nampak tidak terpengaruh. Ia tetap melanjutkan keterangannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Haswandi.
Sejumlah saksi yang dihadirkan dalam sidang kali ini sebelumnya sudah membantah adanya perintah dari Anas untuk bagi-bagi uang ke DPC. Salah satunya, eks Wakil Direktur Keuangan Grup Permai, Yulianis. Dia mengaku sejumlah uang dikeluarkan atas persetujuan Nazaruddin.
Anas sendiri sebelumnya oleh JPU KPK didakwa antara lain menyangkut dugaan melakukan korupsi lantaran memiliki niat menjadi Presiden Republik Indonesia (RI). Selain itu dia juga didakwa dengan penerimaan mobil, uang dan dugaan pencucian uang.
Jaksa KPK mendakwa Anas menerima satu mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp 670 juta dan satu unit mobil Toyota Vellfire B 69 AUD senilai Rp 735 juta. Termasuk uang Rp 116,525 miliar dan 5,261 juta dolar AS. Tidak sampai disitu, pria yang juga tercatat sebagai mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini juga didakwa menerima fasilitas survei gratis dari PT Lingkaran Survei Indonesia sebesar Rp 478, 632 juta. Terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Anas juga didakwa TPPU sebesar Rp 20,8 miliar dan Rp 3 miliar
.[wid]