Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) sedang berjuang agar DPR tidak mengesahkan RUU Advokat karena isinya dinilai melemahkan independensi profesi dan memecah belah advokat.
Karena itu, Peradi terus melakukan berbagai upaya, mulai memberikan masukan ke DPR, hingga melakukan berbagai seminar tentang RUU tersebut. Sebab, RUU itu akan menjadikan advokat berada di bawah campur tangan pemerintah dengan pembentukan Dewan Advokat Nasional (DAN) yang melibatkan DPR dan pemerintah.
"Peradi kerahkan semua tenaga, hampir tiap minggu kita ke daerah ikuti berbagai seminar tentan RUU Advokat, antara lain di FH UI, USU, Unhas, dan sejumlah perguruan tinggi lainnya," tutur Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan, pada acara penyerahan paket bantuan sekolah kepada perwakilan anak yatim dari Yayasan Pohon Jambu, Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan (Sabtu, 23/8).
Menurutnya, sudah ada 10 universitas termasuk Universitas Bung Hatta, Padang, yang tegas menolak disahkannya RUU Advokat. Dua minggu lalu, Peradi juga menemui Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin untuk mengingatkan dan menagih janjinya.
"Konsisten dengan surat yang sudah dikirimkan ke Peradi, di mana dia setuju, bahwa RUU Advokat itu bisa disahkan setelah KUHAP dan KUHP disahkan. Saya minta Bang Amir agar tetap konsisten," tandasnya.
Peradi terus berupaya agar DPR tidak mengesahkan RUU Advokat hingga berakhirnya massa jabatan DPR RI periode 2009-2014, agar RUU ini benar-benar dibatalkan dan tidak bisa diteruskan oleh DPR periode berikutnya.
"Dengan demikian, hak inisiatif yang dilakukan Ahmad Yani dan kawan-kawan terhadap RUU tersebut tidak berlaku, dan perjalanan Peradi akan cerah," tandasnya.
Sebaliknya, jika RUU ini disahkan, maka ini merupakan lonceng kematian profesi advokat yang independen. "Karena itu, mari kita berdoa dan berjuang bersama-sama. Misi yang paling mendesar profesi kita ini adalah profesi yang independen yang selalu kita perjuangkan," tegasnya.
[zul]