Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilu Umum yang diajukan Prabowo-Hatta bukan saja berarti menetapkan secara meyakinkan pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wapres terpilih (2014). Tapi secara politik juga berarti "mendemisionerkan" pemerintahan SBY-Boediono.
Demikian disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi kepada Rakyat Merdeka Online di Jakarta siang tadi (Jumat, 22/8).
"Pasca keputusan MK soal pilpres yang dibacakan kemarin, maka sudah tidak ada lagi keraguan untuk menetapkan Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden terpilih. Dengan demikian, menurut adab demokrasi dan fatsoen politik ketatanegaraan, maka pemerintahan SBY-Boediono sudah harus demisioner," ungkap Adhie.
Jubir presiden Gus Dur ini menjelaskan, meskipun SBY masih resmi presiden sampai Jokowi dilantik 20 Oktober nanti, tapi secara moral politik SBY sudah tidak memiliki kewenangan membuat kebijakan, apalagi yang strategis, seperti perjanjian kerjasama bilateral, atau memperpanjang kontrak bisnis sumber daya alam dengan pihak asing.
Menurut dia, Jokowi harus menugaskan orang-orang di Rumah Transisi untuk memantau dan mengontrol jalannya pemerintahan SBY. Secara politik, Jokowi punya hak untuk menolak atau membatalkan kebijakan pemerintahan SBY apabila dianggap nanti membahayakan pemerintahannya.
"Kalau toh ada kebijakan strategis yang harus segera diambil oleh pemerintahan SBY, menurut adab demokrasi, harus konsultasi dan disetujui presiden terpilih. Jadi pemerintahan SBY mulai hari ini hanya memiliki kewenangan menjalankan pemerintahan yang rutin saja," katanya.
Adhie mengingatkan agar Jokowi tidak melakukan kesalahan yang sama dalam konteks ini. Yakni, membiarkan Fauzi Bowo menandatangani beberapa kebijakan strategis hanya beberapa hari menjelang serah-terima jabatan sebagai Gubernur DKI, padahal itu melanggar fatsoen politik demokrasi.
"Maka Jokowi harus bisa mencegah presiden yang sudah demisioner menandatangani kebijakan-kebijakan strategis, misalnya memperpanjang atau memberi keleluasaan kepada PT Freeport, apalagi kalau ditengarai itu hanya untuk kepentingan politik atau menjalankan aji mumpung (masih berkuasa)," pungkas Adhie.
[dem]