. Persidangan perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (PHPU) yang diajukan Tim pembela merah putih pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di
Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang babak-babak akhir. Pada pemeriksaan ahli, Jumat lalu (15/8), muncul satu pernyataan menarik dari Irman Putra Sidin. Ahli Hukum Tata Negara itu menyatakan MK bisa merekomendasikan kepada DPR yang baru untuk mengusulkan hak menyatakan pendapat atas hasil Pemilu Presiden 2014.
Menurut Irman, usul hak menyatakan pendapat itu harus dikeluarkan dalam rentang tiga bulan setelah DPR periode 2014-2019 dilantik pada 1 Oktober 2014 nanti. Jika hal itu tidak dilakukan, lanjut dia, maka problematik atas hasil Pemilu Presiden 2014 dapat dianggap sudah selesai.
Apa yang disampaikan Irman dalam sidang PHPU di Gedung MK sebenarnya bukan hal baru. Beberapa kalangan lain juga sudah lebih dulu mewacanakan agar segala bentuk dugaan kecurangan dalam Pemilu Presiden 2014 sepatutnya diusut tuntas, tidak hanya di MK, tetapi juga DPR sebagai lembaga representasi rakyat. Salah satu caranya adalah pembentukan panitia khusus (pansus).
Apa yang disampaikan Irman dalam sidang PHPU di Gedung MK sebenarnya bukan hal baru. Beberapa kalangan lain juga sudah lebih dulu mewacanakan agar segala bentuk dugaan kecurangan dalam Pemilu Presiden 2014 sepatutnya diusut tuntas, tidak hanya di MK, tetapi juga DPR sebagai lembaga representasi rakyat. Salah satu caranya adalah pembentukan panitia khusus (pansus).
Anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid mengatakan wacana pembentukan pansus dugaan pelanggaran Pemilu presiden semata-mata sebagai upaya untuk mencari keadilan. Menurutnya, wacana tersebut tak berkaitan dengan proses persidangan yang digelar di MK, melainkan suara masyarakat terhadap Pemilu presiden yang tak berjalan sesuai aturan.
"Saya pikir dalam proses pemilihan umum presiden kemarin, rakyat melihat ada ketidakpastian," kata Hidayat di Jakarta, Senin (18/8).
Misalnya, lanjut Hidayat, terkait keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka kotak suara secara sepihak, tanpa dihadiri dari saksi tim Prabowo-Hatta. Alasan lain lantaran munculnya dugaan banyaknya daftar pemilih yang membengkak seperti yang diungkap saksi-saksi Prabowo-Hatta dalam persidangan di MK.
"Jadi, pembentukan pansus tak ada kaitannya dengan proses di MK. Pembentukan pansus berkaitan dengan yang dikerjakan KPU, apakah sesuai undang-undang atau tidak," katanya.
Menurut Hidayat, MK harus berpikir secara adil dan substantif. Seharusnya, MK dan KPU dari awal melaksanakan kinerjanya secara substantif sehingga keputusan yang terjadi benar-benar karena kebenaran an keadilan. "Jangan sampai yang terjadi kepada Presiden Arroyo terjadi lagi kepada kita," katanya.
Anggota DPR dari PAN Hakam Nadja mengatakan, proses pembentukan pansus kini tengah menunggu proposal dari tim pengusul. Pembentukan pansus di DPR itu hanya membutuhkan pengusul sebanyak 25 anggota DPR dari dua fraksi. Namun, ia menilai, pansus akan lebih kuat jika fraksi yang mengusulkan lebih banyak lagi.
"Ini kan masalah besar, pansus akan lebih kuat jika didukung oleh mayoritas fraksi," kata Hakam.
Ia belum mengetahui, apakah pembentukan pansus ini menunggu keputusan MK atau tidak. Namun, lanjut Hakam, sebaiknya pansus dibentuk setelah putusan MK keluar dengan tujuan lebih memberikan legitimasi yang kuat bagi para pengusung. "Pansus ini dikerjakan oleh angggota DPR periode sekarang," tambahnya.
Ia menilai, pembentukan pansus ini merupakan ranah politik bagi anggota dewan yang diatur dalam regulasi. Sedangkan proses yang tengah berlangsung di MK merupakan ranah hukum untuk mencari kebenaran dan
keadilan dalam penyelenggaraan pemilihan umum presiden.
Ia menjelaskan, pansus merupakan bagian dari proses politik berkaitan kewenangan pengawasan dewan. Atas dasar itu, pansus merupakan upaya yang diatur sesuai UU. Setidaknya terdapat tiga proses di DPR yang berkaitan dengan fungsi pengawasan. Pertama, hak bertanya atau interpelasi dari anggota dewan. Kedua, hak angket yang ujungnya pembentukan pansus untuk menyelidiki dugaan kasus tertentu.
"Dan ketiga, hak menyatakan pendapat yang 'berbahaya' bagi eksekutif karena DPR bisa menyatakan bahwa Presiden telah melanggar konstitusi. Hal ini pernah terjadi di Tanah Air," katanya.
Menurut Hakam, MK selaku garda terakhir dalam konstitusi harus bisa memutus sengketa pemilihan umum presiden ini sesuai dengan keadilan masyarakat. "MK merupakan keadilan yang tertinggi, makanya hakim di MK memiliki syarat untuk paham konstitusi. Sehingga, putusan yang dihasilkan betul-betul sesuai dengan kebenaran dan keadilan masyarakat," pungkasnya.