Berita

aboe bakar alhabsy

Jangan Sampai Legalisasi Aborsi Kebijakan Setengah Matang

SABTU, 16 AGUSTUS 2014 | 20:12 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Dalam PP 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi disebutkan, tindakan aborsi bisa dilakukan untuk korban perkosaan apabila usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Namun yang menjadi pertanyaan, siapa yang menentukan bahwa kandungan tersebut adalah hasil perkosaan.

"Apakah dokter berhak menentukan? Ataukah para penyidik? Atau mungkin jaksa? Apakah mereka punya legal standing?" ungkap Anggota DPR RI Aboe Bakar Al Habsy di akun Twitternya (Sabtu, 16/8).


Bila yang berwenang adalah pengadilan, dapatkah putusan perkosaan diberikan sebelum 40-an hari. "Perlu dipahami, bahwa mengungkap persoalan perkosaan itu cukup rumit, apalagi bila dikaitkan dengan kewenangan aborsi," jelasnya.

Aboe Bakar mengingatkan soal kisah wartawati yang mengaku diperkosa di sebuah gang sempit di Matraman, Jakarta. Juga mahasiswi Unpad asal Malaysia yang juga mengaku diperkosa beberapa waktu lalu.

"Setelah menggegerkan media dan masyarakat, ternyata Kepolisian akhirnya meragukan semua keterangan adanya perkosaan," tegasnya.

Di sisi lain, dokter juga akan mengalami dilema. Baik ancaman pidana di KUHP ataupun dengan sumpah yang telah diikrarkan yaitu menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.

"Itu dilema yang harus dipikirkan. Jangan sampai PP ini menjadi kebijakan yang setengah matang," tandas politikus PKS tersebut.

Karena itu, dia mengungkapkan, PP 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi terutama terkait persoalan aborsi akibat perkosaan perlu dikaji kembali. (Baca juga: Tindakan Aborsi Akibat Perkosaan, Dokter Bisa Dijerat)

Sebagaimana diketahui, PP 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi ini mengacu pada Undang-Undang 36/2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 75 Ayat (1) yang ditegaskan, bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi terkecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis, dan kehamilan akibat perkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

Dalam PP disebutkan, adapun kehamilan akibat perkosaan merupakan kehamilan akibat hubungan seksual tanpa adanya persetujuan dari pihak perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang dibuktikan dengan: a. Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan b. Keterangan penyidik, psikolog atau ahli lain mengenai dugaan adanya perkosaan. [zul]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tunjuk Ara di Depan Luhut

Senin, 15 Desember 2025 | 21:49

UPDATE

Kuasa Hukum: Nadiem Makarim Tidak Terima Sepeserpun

Minggu, 21 Desember 2025 | 22:09

China-AS Intervensi Konflik Kamboja-Thailand

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:51

Prabowo Setuju Terbitkan PP agar Perpol 10/2025 Tidak Melebar

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:35

Kejagung Tegaskan Tidak Ada Ruang bagi Pelanggar Hukum

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:12

Kapolri Komitmen Hadirkan Layanan Terbaik selama Nataru

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:54

Kasus WN China Vs TNI Ketapang Butuh Atensi Prabowo

Minggu, 21 Desember 2025 | 20:25

Dino Patti Djalal Kritik Kinerja Menlu Sugiono Selama Setahun

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:45

Alarm-Alam dan Kekacauan Sistemik

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:39

Musyawarah Kubro Alim Ulama NU Sepakati MLB

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:09

Kepala BRIN Tinjau Korban Bencana di Aceh Tamiang

Minggu, 21 Desember 2025 | 19:00

Selengkapnya