Rencana PT Pertamina (Persero) menaikkan harga elpiji 12 kilogram (kg) pertengahan bulan ini banjir kritikan. Pasalnya, sosialisasi kenaikan ke masyarakat belum dilakukan maksimal.
Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha menilai, rencana kenaikan harga elpiji 12 kg akan menimbulkan peningkatan praktik pengoplosan. Ia meminta Pertamina mematangkan kebijakan itu dan tidak terburu-buru menaikkan harga.
“Pengoplos akan menikmati barang oplosannya, dengan membeli elpiji 3 kg tapi menjualnya dengan harga non subsidi setelah dioplos menjadi 12 kg. Pertamina dan pemerintah jangan gegabah,†ujarnya, kemarin.
Politisi Partai Golkar itu juga meminta pemerintah memberikan payung hukum perihal penjualan elpiji. “Karena di sini ada satu komoditi dengan dua harga, yang satu 3 kg disubsidi, sedangkan yang 12 kg non subsidi,†jelasnya.
Satya mengatakan, selama ini pola distribusi elpiji masih menggunakan pola terbuka. Hal ini membuat masyarakat berhak membeli elpiji 3 kg bersubsidi.
“Makanya, kalau aturan main ini tidak diperjelas, potensi penyalahgunaan elpiji subsidi 3 kg akan makin besar sehingga menambah beban negara,†cetusnya.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Mamit Setiawan mengatakan, semakin mahalnya harga elpiji 12 kg maka masyarakat makin resah. Apalagi, saat ini elpiji 12 kg tidak hanya digunakan orang menengah ke atas.
Dia mencontohkan warteg, tukang gorengan dan masih banyak pedagang kecil dan rumah tangga menggunakan elpiji 12 kg. Kalau hargnya naik, tentu memberatkan mereka.
Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani mengatakan, Pertamina memang berhak menaikkan elpiji 12 kg, mengingat itu bukan barang subsidi. “Tapi Saya pikir kenaikannya harus jelas,†ingatnya.
Menurut Aviliani, seharusnya Pertamina tidak menaikkan harga elpiji 12 kg secara bertahap. Pasalnya, jika harga dinaikkan secara bertahap, maka inflasi akan naik secara bertahap pula.
Kendati begitu, dia menyarankan, jika Pertamina ingin menaikkan harga sebaiknya melakukan pemberitahuan terlebih dahulu ke masyarakat. Dengan demikian, masyarakat bisa melakukan persiapan keuangan untuk membeli elpiji 12 kg pasca kenaikan.
“Terpenting itu perencanaan jelas. Paling tidak ya tidak ujug-ujug,†cetus Aviliani.
Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengaku telah menerima pengajuan surat kenaikan harga elpiji 12 kg dari Pertamina.
“Ya, sudah saya terima, tapi kewenangan itu (kenaikan) di bawah presiden,†tuturnya.
Tapi, dia menekankan Pertamina tidak boleh menaikkan harga gas elpiji 12 kg secara sepihak.
“Jadi filosofisnya Pertamina itu tidak bisa menaikkan harga secara semena-mena. Harus melalui proses koordinasi yang baru akan diagendakan setelah 17 Agustus. Setelah itupun masih harus dibawa ke sidang kabinet terbatas,†ungkapnya.
CT, sapaan Chairul Tanjung bi-lang, jika nanti pemerintah tidak menyetujui kenaikan harga elpiji 12 kg, Pertamina harus menerima keputusan pemerintah tersebut.
Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengungkapkan, Menko Perekomian Chairul Tanjung memang telah mengirimkan surat untuk menunda kenaikan elpiji 12 kg kepada Pertamina.
“Memang Sesmenko telah kirim surat ke Pertamina agar menunda waktu kenaikan,†ucapnya.
Namun, dia menegaskan, elpiji 12 kg bukanlah barang subsidi. Dengan demikian, Pertamina tidak harus meminta izin dari pemerintah dan hanya melaporkan kepada Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Perekonomian. “Ini murni aksi korporasi,†katanya.
Pertamina memang punya rencana menaikkan harga elpiji 12 kg awal tahun ini, tetapi tidak terlaksana. Rencana serupa yang tadinya akan dieksekusi 1 Juli 2014 pun tertunda.
Kini, Pertamina kembali punya wacana untuk menaikkan harga elpiji 12 kg pada pertengahan bulan ini. “Kita putuskan di medio Agustus 2014 ini. Timing-nya masih kita kaji kapan. Nanti kalau sudah diputuskan kami akan sampaikan ke masyarakat,†beber Ali.
Besaran kenaikan, kata Ali, sekitar Rp 1.000-1.500 per kg. Dia kembali menegaskan, elpiji 12 kg merupakan barang non subsidi sehingga kebijakan menaikkan harga tak perlu izin pemerintah. ***