. Tim kuasa hukum Prabowo-Hatta mempersoalkan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) dalam sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden di Mahkamah Konstitusi (MK), siang tadi (Senin, 11/8).
Kuasa hukum Prabowo-Hatta, Magdir Ismail mengatakan masalah DPKTb sangat mencolok di Provinsi Jawa Timur. Menurut dia cadangan suara di sana hanya 2%, sehingga tidak mungkin 130 pemilih bisa mendapatkan surat suara dari surat suara cadangan.
"Itu (DPKTb) sangat mencolok di Jatim. Salah satu TPS ada 130 orang menggunakan DPKTb," kata Magdir, di sela sidang sengketa Pilpres di Mahkamah MK.
Salah satu saksi yang diajukan KPU selaku pihak termohon adalah Nanang Haromi, anggota KPU Sidoarjo, Jatim. Dia mengakui ada 130 pengguna DPKTb di TPS 23 Kecamatan Waru, Sidoarjo. "Di TPS 23 jumlah DPT 493, DPKTb 130," kata
Nanang saat menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat sidang sengketa Pilpres.
Lebih lanjut Maqdir mengatakan, ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh wakil bupati Purbalingga, Jawa Timur, yang mengumpulkan para kepala desa. Ternyata, dari sekitar 300 desa itu, pasangan calon yang didukung oleh partai PDIP yang notabene adalah partainya wakil bupati yang mengusung PDIP, semuanya menang.
"Fakta-fakta hukum yang luar biasa terungkap di persidangan dan ini semakin menguatkan dalil-dalil yang disampaikan bahwa benar-benar terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara dalam pelaksanaan
pilpres 2014," papar Maqdir.
Heru Widodo yang juga tim kuasa hukum Merah Putih menambahkan bahwa selain fakta-fakta tentang DPKTp, terkuak fakta-fakta lain yang mengindikasikan terjadi pelanggaran yang dilakukan terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Fakta-fakta tersebut berupa pembukaan kotak suara yang dilakukan oleh pihak KPU yang tidak sesuai dengan penetapan MK, keterlibatan kepala daerah memobilisasi kepala desa untuk kemenangan pasangan nomor urut 2, laporan Panwas, dan adanya proses di kepolisian.
"Pelanggaran-pelanggaran ini menjadi satu kesatuan dalam permohonan yang kami ajukan," kata Heru.
Kuasa Hukum Merah Putih Zainudin Paru menambahkan, kotak suara adalah piranti utama dalam proses pemilu, sehingga wajar kemudian dipersoalkan.
"Keamanan, keselamatan dan kerahasiaan tentang suara pemilih itu untuk siapa, itu ada di kotak suara. Kalau kita menyatakan kotak suara itu tidak penting, maka tidak perlu adanya kotak suara. Kita pakai pundi pos saja," kata Zainudin.
[dem]