Pemerintah Mesir mengetatkan aturan masuk ke Palestina (melalui pintu Rafah). ‘Pintu Rafah’ sebagai satu-satunya akses ke Jalur Gaza, dibuka-tutup semaunya oleh otoritas Mesir. Karena itulah, bantuan dunia ke Gaza terhambat. Bahkan tak semua lembaga dunia bisa dapat izin masuk Gaza.
Majelis Perundingan Pertubuhan Islam Malaysia/Malaysian Consultative Council of Islamic Organisation (MAPIM) sudah empat kali mencoba sejak April lalu. "Tetap tak berjaya,†kata Direktur Aksi Cepat Tanggap (ACT) Cabang Malaysia, Mohammad Riadz Hasyim yang memimpin Tim SOS Palestine kedua tahun ini.
Dalam keterangan pers yang diterima sesaat lalu disebutkan, salah satu pertimbangan sehingga ACT Malaysia memimpin tim, karena Malaysia sejak lama bebas visa ke Mesir.
Tim kedua ini merupakan ikhtiar setelah melewati berbagai persiapan selama sepekan di Kairo. Prosedur sudah dilakoni, pelaporan rencana ke pihak Kedutaan Besar RI dan Kedutaan Malaysia di Kairo, berkoordinasi dengan NGO dan badan lain sebagai langkah mencari peluang masuk ke kawasan yang menjadi sasaran pemboman Zionis Israel. Tim sebelumnya, terganjal masalah yang sama. Mereka mengurus proses perizinan melalui Jordania, dipimpin Andhika Purbo Swasono.
ACT menyiapkan sejumlah personal strategisnya untuk siap merespon krisis Palestina, meskipun giliran keberangkatan tak bisa ditetapkan segera.
“Kabar terhambatnya tim Indonesia dan Malaysia masuk Gaza bukan berarti bantuan tak tersalur. Semua bisa masuk Gaza, insya Allah, dengan banyak ikhtiar, doa dan keyakinan. Risiko apapun, sudah menjadi hal yang siap dihadapi para pegiat kemanusiaan. Masyarakat Indonesia dan Malaysia di manapun berada, selain membantu dana, do’akan kami sukses menunaikan amanah,†ungkap N. Imam Akbari, Senior Vice President ACT yang juga memmpin tim internasional Global Philanthropy Network (GPN).
Dari Kairo, ACT mendapat laporan, tim sudah bertemu dengan banyak NGO. “Semuanya sedang mencari jalan untuk masuk,†tutur Riadz Hasyim lebih lanjut.
Sebelumnya, tim juga sudah berkoordinasi dengan Red Crescent Egypt untuk mendapatkan surat izin memasok obat-obatan ke Gaza. Tim ACT juga sudah bertemu dengan NGO yang sudah berada di Cairo seperti MAPIM Malaysia dan Aman Palestine. Berbagai NGO juga berkoordinasi dengan UNRWA (The United Nations Relief and Works Agency).
“Hampir semua NGO ini menghadapi jalan buntu untuk mengirim relawan medis ke Gaza. Saat ini, hanya NGO dari Uni Arab Emirate, Saudi Arabia, Turki dan PBB yang bisa masuk ke Gaza. Itupun untuk suplai makanan dan obat-obatan. Waktu masuk juga terbatas hanya di saat ada gencatan senjata sementara di antara Hamas dan Israel,†kata Yusnirsyah Sirin, Tim ACT dari Global Partnership Network.
Kegigihan dan debat untuk meyakinkan pemberian izin petugas pemegang otoritas pintu Rafah, tak terbantah. â€Kalian pulang saja,†kata si petugas sambil mengeluarkan pistol revolvernya.
Tim keluar ruangan. Mareka sempat menunggu tiga jam memikirkan jalan dan berkoordinasi dengan beberapa pihak sebelum memutuskan untuk kembali ke Kairo. Perjalanan dari check point ke Kairo makan waktu empat jam.
Kerumitan di check point Rafah, bukan “kiamat†pemberian bantuan untuk Gaza. Sejak tahun 2010 ACT sudah mengirim bantuan, ada atau tidak ada serangan Israel ke Palestina.
“Hanya saja, pasca serangan dan lonjakan korbannya begitu hebat, lonjakan dukungan dan kepedulian lebih hebat lagi. Berkat interaksi dengan lembaga sosial di Gaza, berbagai amanah bisa diwujudkan dan sampai ke tangan yang berhak,†jelas N. Imam Akbari yang pernah menyampaikan bantuan langsung di Jalur Gaza, sebagaimana Riadz Hasyim dan sejumlah personil ACT.
Pertengahan Ramadhan baru-baru ini, sepuluh sapi rata-rata seberat 520 kilogram bisa dipotong di Gaza dan dagingnya dibagikan untuk warga Gaza.
“Mereka bisa menikmati santapan daging saat Lebaran, selain menerima seribuan paket pakaian untuk anak-anak Gaza. Jangan tanya harganya. Melejit, tapi tetap kami beli sebagai wujud penunaian amanah.
Alhamdulillah bantuan sudah diterima warga Gaza dengan rasa syukur,†ungkap Imam.
Fakta ini memberi harapan besar, banyak cara membantu Gaza. Rakyat Gaza tak menadahkan tangan, sebagai bangsa terhormat. “Mereka punya seribu satu cara, juga nyali, sehingga kepedulian Anda sampai ke tangan yang berhak,†Imam menegaskan.
[zul]