Berita

tjipta lesmana/net

Politik

Beberapa Catatan Kritis tentang Kabinet JKW-JK

SELASA, 29 JULI 2014 | 19:34 WIB | OLEH: TJIPTA LESMANA

PERTAMA. Keberhasilan pemerintah JKW-JK amat ditentukan oleh kabinet yang kuat. Jika kabinet memble, hancur pemerintahan JKW-JK, atau mudah sekali digoyang-goyang oleh koalisi Merah Putih; bahkan mudah dijatuhkan melalui impeachment.

Maka, setiap calon menteri harus diseleksi super ketat, tidak boleh berdasarkan KKN atau bagi-bagi kursi. JKW-JK harus belajar dari pengalaman SBY memilih para menterinya.

70% menteri SBY 2004-2009 berdasarkan azas bagi-bagi kursi kepada politisi 6 partai politik yang mendukungnya. Maka, kabinet jilid ke-2 SBY tidak bagus, dan SBY harus beberapa kali melakukan reshuffle.

Kedua. Ada 3 (tiga) figur utama yang akan menentukan siapa duduk di mana dalam kabinet JKW-JK. Ketiga figur itu tidak lain Ibu Megawati Soekarnoputri, Jokowi dan Jusuf Kalla. Dari ke-3 figur tsb., Ibu Mega tampaknya akan memainkan peran lebih dominan.

Maklum, Jokowi bisa jadi Presiden terutama karena dicalonkan oleh PDIP melalui proses internal yang alot. Cukup banyak kader PDIP, termasuk Puan Maharani, yang semula menentang pencalonan Jokowi. Di PDIP, kekuasaan dan kewenangan Ibu Megawati sangat omnipoten.

Ketiga. Tapi, kabinet Megawati 2001-2004 sebenarnya kurang bagus. Kinerja sejumlah menterinya tidak prima. Beberapa diantara mereka malah bermasalah hukum, termasuk dijerat oleh KPK. Sifat KKN Bu Mega sangat kental kalau susun kabinet. Kelemahan lain dari sifat Bu Mega: jika ia suka pada seorang figur, sampai kapan pun ia akan suka walau mendapat masukan negatif dari berbagai pihak.

Keempat. Rini Suwandi, misalnya, tali perkawanannya dengan Bu Mega sangat kuat. Selama proses Pilpres, perempuan yang satu ini selalu berada di samping Bu Mega. Kini nama eks. Direktur Keuangan PT Astra Internasional ini disebut-sebut bakal duduk lagi dalam kabinet JKW-JK.

Padahal ketika menjabat Menteri Perdagangan dan Perindustrian dalam kabinet Megawati, ia melakukan beberapa kebijakan blunder, terutama dalam kasus dugaan korupsi pembelian pesawat Shukoi dari Rusia.

Ia pernah diusir oleh Komisi I DPR-RI, sambil menangis meninggalkan ruang rapat Komisi I.

Ia boleh jadi juga bermasalah dalam hal moralitas. Namanya sempat “berubah” menjadi Rini Sumarno (Sumarno nama ayahnya) selama bertahun-tahun. Baru belakangan ini namanya kembali lagi menjadi Rini Suwandi.

Kelima. Perempuan lain yang amat disenangi Megawati adalah Dr. Sri Adiningsih, ekonom dari Universitas Gajah Mada. Jika Bu Mega memenangkan pilpres 2004, Sri Adiningsih dipastikan diangkat Menteri Keuangan atau Menko Perekonomian.

Dialah yang menyusun konsep ekonomi Bu Mega dalam Pemilu 2004. Setelah 10 tahun lewat, nama Sri Adiningsih mencuat lagi.

Kabarnya, ia bakal menduduki Menteri Keuangan atau Menko Perekonomian. Pasti Bu Mega yang merekomendasikan nama yang satu ini. Padahal bobot ilmu ekonomi Sri tidak begitu hebat. Kwik Kian Gie dulu pernah membabat habis konsep dan rencana Sri.

Katanya Sri mau menciptakan sekian juta lapangan kerja, bagaimana strateginya? Tanya Kwik penuh rasa heran ketika itu. Dari pengalaman 8 bulan bersama Sri di Komisi Konstitusi (MPR), saya juga menilai keliru sekali jika jabatan Menteri Keuangan atau Menteri Koordinator yang begitu strategis diberikan kepada Sri Adiningsih dalam kabinet JKW-JK. Minimal, amat riskan!

Keenam. Kalau betul Bu Mega dan Jokowi punya obsesi kuat untuk menjalankan konsep Trisakti Bung Karno, Dr. Rizal Ramli harus dimasukkan dalam kabinet mendatang. Posisi Menko Perekonomian atau Menteri Keuangan sangat tepat untuk Rizal Ramli. Sosok inilah yang selama bertahun-tahun selalu berbicara tentang ekonomi kerakyatan.

Satu nama lain yang juga pantas dipertimbangkan JKW-JK adalah Dr. Revrisond Baswir dari Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada. Dia ahli keuangan yang anti neo-liberalisme dan amat kritikal terhadap kebijakan ekonomi pemerintah SBY. [***]

Jakarta, 27 Juli 2014

Penulis adalah pengamat politik senior.

Populer

Warganet Beberkan Kejanggalan Kampus Raffi Ahmad Peroleh Gelar Doktor Kehormatan

Senin, 30 September 2024 | 05:26

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

WNI Kepoin Kampus Pemberi Gelar Raffi Ahmad di Thailand, Hasilnya Mengagetkan

Minggu, 29 September 2024 | 23:46

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

MUI Tuntut Ahmad Dhani Minta Maaf

Rabu, 02 Oktober 2024 | 04:11

Rhenald Kasali Komentari Gelar Doktor HC Raffi Ahmad: Kita Nggak Ketemu Tuh Kampusnya

Jumat, 04 Oktober 2024 | 07:00

Stasiun Manggarai Chaos!

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 13:03

UPDATE

Jadi "Pengacara", Anies Ajak Publik Berjejaring di LinkedIn

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:09

Prabowo Tak Perlu Ganti Kapolri

Senin, 07 Oktober 2024 | 20:05

Zaken Kabinet Prabowo Bakal Rekrut Profesional dari Parpol?

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:52

KPK Amankan Uang Lebih dari Rp10 Miliar dalam OTT di Kalsel

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:32

4 Boks Dokumen Disita Kejagung dari 5 Ruangan KLHK

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:23

Adi Prayitno: Sistem Pilkada Serentak Perlu Dievaluasi

Senin, 07 Oktober 2024 | 19:00

Pemuda Katolik Sambut Baik Pengangkatan Uskup Bogor jadi Kardinal

Senin, 07 Oktober 2024 | 18:49

Andra Soni Janjikan Rp300 Juta per Desa Jika Jadi Gubernur Banten

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:45

Polda Metro Jaya Dalami Asal Puluhan Ribu Pil Ekstasi di PIK

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:21

Peringati Setahun Perang Gaza, Hizbullah Serang Kota Haifa Israel

Senin, 07 Oktober 2024 | 17:18

Selengkapnya