Berita

Usai Pilpres, Kita Butuh Sosok Seperti Pak TK

RABU, 23 JULI 2014 | 19:43 WIB | OLEH: TIURMAIDA TAMPUBOLON

"APAPUN yang terjadi, kita harus mendahulukan kepentingan bangsa ketimbang kepentingan pribadi atau kelompok. Kita harus terus bersatu dan tidak boleh ada dendam. Demi anak cucu, kita harus jadi suri tauladan. Perbedaan biarlah menjadi dinamika yang membuat kehidupan berpolitik kita semakin matang dan dewasa. Bukan sebaliknya, menimbulkan perpecahan dan permusuhan apalagi dendam."

"Kita harus bersatu dan berangkulan tangan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar, adil, makmur dan sejahtera."

Begitu pesan mantan Ketua MPR Taufiq Kiemas. Aku jadi semakin mengerti mengapa pak TK selalu menekankan pentingnya memupuk rasa persaudaraan, persahabatan dan memutus tali dendam. Itulah yang selalu beliau praktekkan dalam kehidupan. Beliau rela dimarahi orang atau pihak yang tidak setuju atas kedekatan atau persahabatan yang begitu baik dengan Presiden SBY. Pak TK juga berani menentang pihak-pihak yang  ingin menjatuhkan pak SBY dengan cara-cara inskonstitusional.


Bagi Pak TK, persatuan dan kesatuan bangsa lebih berharga dari apapun. Beliau tidak mau bangsa ini hanyut dalam persaingan dinamika politik yang tidak sehat dan saling menjatuhkan sebab akan menimbulkan dendam yang tidak berkesudahan.

Pengalaman sebagai politisi yang berjuang jatuh bangun dalam mempertahankan sikap politiknya, membuat pak TK berkesimpulan jangan biarkan kita terjerat dalam dendam. Sering sekali pak TK memberi gambaran kepadaku betapa tali dendam telah menjerat bangsa kita menjadi bangsa yang lebih fokus mengurusi situasi politik akibat egoisme kelompok atau partisan ketimbang bersatu memajukan negara.

Pak TK mengisahkan ada banyak dendam yang menggelayuti kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengikut Bung Karno dendam karena merasa ditekan atau diperlakukan tidak adil oleh pak Harto dan pengikutnya. Dendam berlanjut menghinggapi pengikut Soeharto akibat Soeharto dijatuhkan dengan pergolakan yang memakan korban jiwa dan kerusakan di berbagai tempat. Pengikut Pak Habibie menyimpan dendam akibat Habibie diperlakukan tidak sepantasnya pada sidang MPR. Pengikut Gus Dur kemudian menyimpan dendam karena merasa Gus Dur diturunkan secara  tidak adil dan penuh intrik politik.  Pengikut Mega dendam karena kecewa dengan pak SBY karena bu Mega merasa dikhianati SBY.

Sekarang, pak  Prabowo dan pengikutnya tidak terima hasil Pilpres karena merasa dicurangi dan  menolak mengakui Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wapres RI. Tentu saja ini akan menimbulkan dendam. Dendam yang akan terus terjadi berulang-ulang bila kita tidak menomor satukan kepentingan dan persatuan bangsa di atas kepentingan pribadi, kelompok atau partainya.

Aku teringat peristiwa yang akan selalu terkenang dalam hidup bagaimana  pak TK menunjukkan sikap kenegarawanannya saat bergolaknya  Century-gate. Pak TK saat itu menghadapi pergolakkan batin luar biasa  karena tekanan bertubi-tubi datang kepadanya untuk  meng impeach pak SBY sebagai presiden. Tekanan tidak hanya datang dari kekuatan politik atau tokoh yang ingin pak SBY di impeach, tetapi juga dari orang-orang dekatnya yang begitu membenci dan dendam kepada Pak SBY.

Karena sangat memahami dan memaknai apa arti mencintai Indonesia dengan perjuangan dan sikap politik santun yang konsisten, dengan lirih pak TK mengatakan di ruang kerjanya di MPR saat sidang DPR tentang Century gate yang memanas.

"Tiur, apapun yang terjadi saya harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak boleh karena persaingan dan ambisi  berkuasa melakukan berbagai cara bahkan memaksakan cara inskonstitusional untuk menjatuhkan presiden. Walau ditodong pistol sekalipun supaya saya sebagai ketua MPR mengikuti tekanan politik untuk menurunkan pak SBY , saya tidak akan takut. Keutuhan dan persatuan bangsa lebih berharga dari nyawa saya sekalipun."

"Saya tidak mau bangsa ini meneruskan tali dendam dari masa ke masa.. Bung Karno diturunkan dan menimbulkan dendam pada pengikutnya. Pak Harto juga demikian, begitu juga pak Habibe, Gus Dur, bu Mega dan pengikutnya yang dendam pada pak SBY. Kalau saya ikuti kemauan diluar sana pak SBY diturunkan karena Century gate yang masih dalam proses pengawasan DPR dan proses hukum, apa jadinya bangsa ini. Masak semua pemimpin harus turun dengan menimbulkan luka dan dendam bagi presiden, keluarga dan pengikutnya.. Saya tidak mau bangsa kita membiarkan kebencian dan dendam merasuki kehidupan kita. Kasihan anak cucu kita. Kita harus selalu bersatu, berangkulan, dan bahu membahu menjadikan Indonesia yang kita cintai ini menjadi bangsa yang besar, sejahtera, adil dan makmur."

Sekarang baru aku sadari sepenuhnya mengapa pak TK selalu tidak bosan-bosannya mengajak para pemimpin politik, ketua lembaga tinggi negara, pemuka agama, tokoh masyarakat, aktivis bahkan wong cilik untuk selalu hidup rukun dan berangkulan bersatu padu memajukan Indonesia.

Baru aku sadar sepenuhnya mengapa dalam setiap kesempatan, bahkan dalam kondisi jantung yang seharusnya atas saran dokter harus beristirahat total, pak TK terus berkeliling tanpa lelah penuh semangat mengajak semua pihak bersatu mengingat kembali dan mengimplementasikan 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baru aku sadar sepenuhnya mengapa dalam kondisi dada sesak dan tubuh melemah pak TK tetap semangat mengunjungi para pemuka agam, bahkan terbang ke Ngruki Solo untuk silahturahmi dengan Pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin Ustadz Abu Bakar Ba'asyir dalam rangka sosialisasi 4 Pilar. Kedatangan pak TK disambut sumringah pak Abu Bakar Basyir kendati secara prinsip ada perbedaan antara dua tokoh tersebut.

Pak Abu Bakar Ba'asyir  sangat mengapresiasi dan menghormati apa yang dilakukan pak TK sebagai Ketua MPR. Keduanya kemudian bersepakat bahwa persatuan dan kesatuan bangsa menjadi prioritas utama .

Artinya, pak TK menggugah semua pihak, perbedaan itu janganlah merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Boleh berbeda tetapi tetap saling menghormati dan menjaga silaturahmi.

"Tidak ada gunanya kita merasa diri paling benar, paling hebat, paling baik, paling jujur, paling nasionalis, dan paling mencintai republik ini kalau untuk berkuasa. Kita melakukan apa saja, bahkan menikmati kekuasaan atau kehidupan nyaman di atas kebencian dan dendam satu sama lain. Sebagai bangsa yang besar. Kita harus berangkulan, terus mempererat tali persaudaraan sebangsa setanah air kendati kita berbeda- beda. Kita harus bersatu padu  membawa NKRI menjadi negara yang adil, makmur dan sejahtera dengan memutuskan tali kebencian dan dendam. Sebaliknya kita harus  mengasihi satu sama lain karena kita bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila," ujar TK.

Sangat baik dan mulia pesan yang disampaikan pak TK semasa hidupnya. Alhamdullilah, Puji Tuhan, semua pesan itu tidak hanya diomongkan, tetapi juga diimplementasikannya. Sehingga beliau menjadi sosok yang dihormati dan disayangi orang dari berbagai latar belakang. Terbukti saat beliau wafat, banyak sekali yang merasa sedih dan kehilangan serta menganggap pak TK sebagai tokoh pemersatu bangsa.

Saat kebuntuan politik seperti sekarang ini, banyak tokoh dan teman yang menyadari betapa kita membutuhkan figur seperti pak TK yang bisa mencairkan situasi sepelik apapun dengan cara   mengajak semua pihak berpikir jernih untuk lebih mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan apapun.

Ya, usai Pilpres 2014 digelar kita butuh sosok seperti pak TK. Tapi beliau sudah tidak ada. Namun kita tidak boleh menyerah apalagi membiarkan situasi saat ini menjadi tambah buntu.

Mari kita renungkan lagi apa yang telah pak TK pesankan pada kita, juga apa yang telah beliau praktekkan dalam kehidupan, yang intinya kita harus memutus tali dendam dan kebencian karena itu akan terus menjerat bangsa kita. Sebaliknya kita harus menomor satukan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan apapun.

Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati perjuangan kita menjaga persatuan dan kesatuan.[***]

Penulis adalah mantan Staf Ahli Ketua MPR Taufiq Kiemas, Ketua Persatuan Keluarga Indonesia (Perkindo), presenter dan produser talk show Pro dan Kontra.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

KPK Usut Pemberian Rp3 Miliar dari Satori ke Rajiv Nasdem

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:08

Rasio Polisi dan Masyarakat Tahun 2025 1:606

Selasa, 30 Desember 2025 | 16:02

Tilang Elektronik Efektif Tekan Pelanggaran dan Pungli Sepanjang 2025

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:58

Pimpinan DPR Bakal Bergantian Ngantor di Aceh Kawal Pemulihan

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:47

Menag dan Menko PMK Soroti Peran Strategis Pendidikan Islam

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:45

Jubir KPK: Tambang Dikelola Swasta Tak Masuk Lingkup Keuangan Negara

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:37

Posko Kesehatan BNI Hadir Mendukung Pemulihan Warga Terdampak Banjir Bandang Aceh

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:32

Berikut Kesimpulan Rakor Pemulihan Pascabencana DPR dan Pemerintah

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:27

SP3 Korupsi IUP Nikel di Konawe Utara Diterbitkan di Era Nawawi Pomolango

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:10

Trump ancam Hamas dan Iran usai Bertemu Netanyahu

Selasa, 30 Desember 2025 | 15:04

Selengkapnya