Berita

ilustrasi, buruh wanita

Buruh Wanita Memilih Diam Karena Takut Dipecat Bosnya

Sadar Diperlakukan Tidak Adil
SABTU, 12 JULI 2014 | 08:25 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kesejahteraan para buruh wanita saat ini masih di bawah standar. Banyak yang tidak mendapat tunjangan kesehatan, atau yang biasa disebut Jamsostek. Perusahaan beralasan, hak tersebut tidak diberikan lantaran perempuan masih ditanggung suaminya.

TAK hanya itu, pekerja wanita pun tidak mengetahui berbagai tunjangan wajib yang seharusnya didapatkan. Di antaranya, tun­jangan transpot, tunjangan tetap, serta tunjangan kesehatan, dan tunjangan wajib lainnya yang sudah diatur dalam Undang-undang tenagakerjaan.

Fakta ini diungkapkan Koordi­nator Upah Minimum Konfe­de­rasi Serikat Buruh Sejahtera In­donesia (KSBSI) Darta Pakpahan di Jakarta, kemarin. KSBSI telah melakukan survei pekerja perempuan. Hasilnya,hampir se­lu­ruh buruh wanita tidak men­da­pat­kan haknya. Di mana, upah bu­ruh wanita masih belum setara de­ngan buruh laki-laki. Banyak tun­jangan yang tak diberikan pe­ru­sahaan terhadap tenaga kerja wa­nita, dengan alasan tidak me­miliki tanggungan dalam ke­luarga.


“Dari hasil interview terhadap beberapa buruh, hampir seluruh buruh wanita tidak mendapatkan haknya. Mereka hanya menda­pat­kan gaji pokok,” kata Darta.

Selain itu, lanjut dia, para bu­ruh wanita tidak mengetahui ber­ba­gai tunjangan wajib yang se­harusnya mereka dapatkan. Me­re­ka tidak mengetahui, tunjangan trans­pot, tunjangan tetap, serta tun­jangan kesehatan, dan tun­jangan wajib lainnya sudah diatur dalam Undang-undang Ketenaga­kerjaan.

“Jadi dapat dikatakan para buruh wanita masih mendapatkan upah di bawah standar,” ujarnya.

Salah satu contoh yang paling terlihat, kata dia, adalah banyak bu­ruh wanita yang tidak men­dapat tunjangan kesehatan, atau yang biasa disebut Jamsostek. Alasan perusahaan, hal itu tidak diberikan lantaran setiap perem­puan masih ditanggung oleh suaminya yang juga merupakan pekerja.

“Ini yang akan kami perjuang­kan, karena hal tersebut sangat tidak adil,” tuturnya.
Darta menyatakan, pihaknya terus mela­kukan pendataan hal terse­but. Di mana beberapa kawasan perusahaan seperti KBN Ca­kung, Kawasan Industri Pulo­gadung, dan beberapa perusa­haan di wilayah Bogor tengah dila­kukan interview mendalam.
“Dalam waktu dekat kami akan menjabarkan berapa jumlah bu­ruh wanita yang tidak menda­pat­kan haknya,” janjinya.

Sementara itu, Suryani, salah satu buruh di perusahaan garmen di Kawasan Berikat Nusantara  Cakung, mengaku, takut menun­tut haknya. Karena ia terlalu takut dipecat jika “vocal” menyuara­kan hal tersebut.

“Sebenarnya saya sudah me­nya­dari itu sejak lama, namun beberapa teman sepekerjaan eng­gan bertindak membuat saya memilih diam,” tuturnya.

Saat ini, Suryani sudah men­da­patkan gaji dari perusa­ha­an­nya dengan nilai standar, yaitu Rp 2,4 juta. Hal itupun bisa ber­tambah bi­la ia terus melakukan kerja lembur.

“Kalau tunjangan-tunjangan saya nggak dapat. Itu hanya gaji pokok saja,” katanya.

Atas kondisi itu, ia pun berha­rap pemerintah ataupun kemen­terian tenaga kerja segera me­ngambil tindakan. Jangan sampai hanya karena perbedaan jenis kelamin upah yang didapat­kan­nya berbeda dengan kaum laki-laki.

“Mudah-mudahan dengan munculnya pemberitaan ini pe­me­rintah dapat melihat perma­salahan kami,” harapnya.

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhai­min Iskandar mengatakan, upah pekerja di Indonesia harus naik secara signifikan. Peningkatan upah yang signifikan menuju upah layak merupakan salah satu faktor kunci meningkatkan kese­jahteraan pekerja.

“Salah satu upaya menaikkan upah pekerja/buruh adalah de­ngan menekan dan menghilang­kan penyebab-penyebab terjadi­nya ekonomi biaya tinggi yang memberatkan dunia usaha di Indonesia,” kata Muhaimin.

Untuk mendukung pening­ka­tan upah pekerja, Muhaimin me­minta pemerintah daerah bisa me­nekan dan menghilangkan prak­tik high cost economy atau eko­nomi biaya tinggi di daerah­nya masing-masing. 

“Selama ini ongkos usaha yang mahal menjadi penghambat eko­no­­mi, dan membuat pengu­saha ke­sulitan mengembangkan usa­ha­nya dan menaikkan upah pe­kerja secara signifikan,” jelas­nya.

UU Keswa Dinilai Bisa Mengurangi Tindak Pasung Pasien Gangguan Jiwa  

UNDANG Undang Kesehatan Jiwa (UU Keswa) diharapkan mam­pu mengurangi perlakuan-perlakuan yang tidak layak, seperti dipasung atau dikurung bagi orang yang mengalami gang­guan jiwa alias gila.

Ketua Komunitas Peduli Ski­zofrenia Indonesia, Bagus Utomo berharap, Undang-Undang Kes­wa dapat menjadi landasan hu­kum bagi pemerintah untuk se­gera membangun rumah sakit jiwa di seluruh provinsi.

“Saat ini, diperkirakan masih ada 7 provinsi di Indonesia belum memiliki rumah sakit jiwa. Mes­kipun beberapa sudah ada, rumah sakit jiwa umumnya hanya ada di kota, sehingga masih sulit bagi orang gangguan jiwa di desa-desa untuk mengakses layanan,” katanya di Jakarta, kemarin.

Pemerintah, menurutnya, harus bisa memperbanyak ruang rawat inap psikiatri di setiap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Se­lain itu juga meningkatkan pe­la­tihan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas, agar bisa mende­teksi lebih dini gejala awal gang­guan jiwa, sehingga bisa dirujuk ke rumah sakit.

“Minimnya akses layanan membuat banyak penderita tidak ter­tangani, dan akhirnya tingkat pemasungan masih tinggi. Pela­tihan tenaga kesehatan juga diha­rapkan bisa mencari pende­rita gangguan jiwa yang dipasung,” kata Bagus.

Dia juga berharap dengan ada­nya Undang-Undang Keswa ini, orang gangguan jiwa yang tidak memiliki kartu identitas, atau dite­lantarkan di jalanan bisa men­dapatkan layanan kesehatan gratis.

Ia memperkirakan, masih ada ratusan orang gangguan jiwa di seluruh Indonesia yang ditelan­tarkan, dan hidup di jalanan. Pada beberapa kasus selama ini, lanjutnya, layanan kesehatan pun masih diskriminatif, seperti harus menunggu surat keterangan dari Dinas Sosial yang menyatakan mereka adalah gelandangan dan tidak mampu.

“Kami dorong pemerintah un­tuk lebih masif memberikan edu­kasi ke keluarga sehingga me­ngurangi pasung,” harapnya.

Wakil Ketua Komisi IX DPR yang juga bekas Ketua Panja RUU Kesehatan Jiwa, Nova Ri­yan­ti Yusuf menerangkan, secara kriminal, pelaku sodomi atau pembunuhan dengan gangguan jiwa akan dihukum dengan KUHP dan dimasukkan ke dalam tahanan. Tetapi hukuman ini tidak menyembuhkan gangguan jiwa yang dideritanya.

Sebaliknya, kalau pun dimasukkan ke dalam RS jiwa, bisa membahayakan penghuni lainnya.

“Oleh karenanya, Undang-Undang Keswa mengakomodir hal itu, dengan tujuan membe­ri­kan perlindungan kepada pelaku sendiri maupun orang di sekitar­nya. Kita bisa membuat pemerik­saan untuk kepentingan hukum, tetapi kemudian diakomodir untuk penanganan kesehatan jiwanya harus dengan fasilitas yang memberikan keamanan,” jelasnya.

Berantas Korupsi Tak Cukup Hanya Dengan Vonis Berat

VONIS berat yang dijatuhkan kepada bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dinilai tidak menjamin timbul­nya efek jera. Vonis tersebut harus diikuti dengan menutup pe­luang korupsi dengan men­cip­takan sistem yang mampu mencegah potensi korupsi.

“Pemerintah harus mencip­takan sistem yang kebal dengan potensi korupsi,” kata Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Ronald Rofiandri, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Ronald mengatakan, meng­an­dalkan hukuman yang berat hanyalah strategi jangka pen­dek. Tidak mungkin mem­be­rantas korupsi dengan cara ter­sebut. Pasalnya, saat ini korup­si yang terjadi di Indonesia sudah parah.

“Kalau tanpa diikuti langkah-langkah yang berdampak jang­ka panjang, percuma. Korupsi tetap akan merajalela,” tutur­nya.

Menurutnya, vonis berat Akil Mochtar, terdakwa Pilkada, su­dah tepat. Aparat hukum yang terjerat kasus hukum layak di­beri hukuman yang lebih berat. Begitu juga dengan sanksi so­sial, jika dirasa perlu untuk di­kenakan.

“Pelaku korupsi yang seha­rus­nya menegakkan hukum se­ha­rusnya paham hukum. Apa­bila me­langgar, maka seha­rusnya di­per­berat, apalagi untuk keja­hatan seperti korup­si,” ujarnya.

Senada dengan Ronald, Pe­nga­mat hukum Refly Harun pun menyatakan, Indonesia membu­tuh­­kan sistem pembe­rantasan korupsi yang tepat. Bu­kan hanya mengan­dalkan hu­kuman berat sebagai  efek jera.

“Sistem ini harus mencakup semua sektor, semua lini, dan melibatkan semua lapisan ma­syarakat. Sebab, perilaku ko­rup­si saat ini sudah terlalu pa­rah. Butuh obat yang mampu mem­berantas korupsi,” ucap dia.

Namun demikian, dia mendu­kung pejabat tinggi maupun penyelenggara negara yang ter­jerat korupsi, dijatuhkan vonis berat, seperti Akil.

“Jadi hukuman bagi penye­leng­gara negara yang melaku­kan tindak pidana korupsi apa­lagi dia institusi hukum terting­gi, itu harus jauh lebih berat di­bandingkan dengan orang biasa yang melakukan tindakan sama,” kata Refly.

Dia pun berharap, vonis Akil bisa menjadi peringatan bagi koruptor di Indonesia. Sebab, vonis berat ini bisa membawa keadilan untuk seluruh rakyat Indonesia.

“Vonis penjara seumur hidup yang diterima Akil juga pe­ringatan bagi jaksa atau hakim Tipikor untuk tidak bermain ka­sus,” pungkasnya.
 
‘Ganyang Israel’ Menggema Di Depan Istana Negara

RATUSAN massa Hizbut Tah­rir Indonesia (HTI) mengelar aksi solidaritas di depan Istana Ne­gara, Jakarta, kemarin. Me­re­ka memrotes serangan ten­tara Israel terhadap warga sipil di Palestina yang mengaki­bat­kan banyak jatuh korban jiwa yang kebanyakan adalah anak-anak. HTI menuntut, pemerin­tah SBY mengerahkan tentara un­tuk membantu bangsa Palestina.

Dalam aksinya, HTI memba­wa sejumlah sepanduk yang ber­tuliskan ganyang Israel, bebaskan Palestina. Ormas Islam ini juga menggelar aksi teaterikal yang menceri­ta­kan agresi Israel terhadap rakyat Palestina.

“Kami menuntut pemerintah  segera bertindak dengan cara mengirim pasukan ke Palesti­na,” ujar juru bicara Hiz­but Tah­rir Indonesia Muham­mad Is­mail Yusanto di Jakarta, kemarin.

Ismail menambahkan, jika ma­sing-masing negara muslim mengirim sebanyak 500 pa­sukan ke Palestina, kebiadaban Israel bisa dihentikan.

“Sebagai negeri muslim ter­besar, presiden SBY sangat ber­pengaruh menggerakkan negera muslim yang tegabung dalam OKI guna mengambil langkah penting yang amat diperlukan untuk menyelamatkan rakyat di Jalur Gaza,” katanya.

Ia menyayangkan, insiden ini tidak pernah mendapatkan res­pons sepadan dari peme­rintah Indonesia, yang mayo­ritas agama Islam.

“Israel adalah negara yang hanya mengenal satu bahasa, yaitu bahasa kekerasan, bagai­mana mungkin negara yang hanya mengenal bahasa kekera­san tidak dapat diajak berun­ding,” ujarnya.

Ketua DPP Hizbut Tahrir In­donesia  Ustadz Rokhmat S. La­bib memaparkan, betapa bru­tal­nya tentara Israel pada saat bulan Ramadhan umat Islam sedang beribadah, mereka jus­tru me­ngi­rim­kan bom untuk mem­bom­bardir masyarakat Palestina.

Ia berpendapat kejadian ini menjadi fakta bahwa Amerika senantiasa berstandar ganda.

“Kalau warga Amerika men­jadi korban, mereka lang­sung menyebut pelakunya adalah te­roris, tapi ketika pelakunya ada­lah tentara Israel dan umat Islam menjadi korban, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut (pemerintah Amerika) kalau Israel adalah teroris,” kritiknya.

Hingga sekarang, lebih dari 90 kali negara Zionis Israel menyerang penduduk Palestina dengan menggunakan pesawat tempur, serta peralatan artileri lainnya. Korban terus berjatu­han. Lebih dari 90 warga sipil Pales­tina tewas dan lebih dari 600 yang terluka, di antara mereka ada­lah wanita dan anak- anak.

Berkenaan dengan hal itu, Hizbut Tahrir mengutuk sera­ngan Israel ke Jalur Gaza dan mengutuk juga Negara Barat lainya yang nyata-nyata mendu­kung serangan biadab itu.

Sementara itu, Aliansi Sa­bi­lillah menyatakan, aksi pe­rang di jalur Gaza merupakan tinda­kan biadab yang sudah menca­bik-cabik nilai-nilai kemanu­sia­an universal. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Pakar Tawarkan Framework Komunikasi Pemerintah soal Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:32

Gotong Royong Perbaiki Jembatan

Kamis, 25 Desember 2025 | 05:12

UU Perampasan Aset jadi Formula Penghitungan Kerugian Ekologis

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:58

Peresmian KRI Prabu Siliwangi-321 Wujudkan Modernisasi Alutsista

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:39

IPB University Gandeng Musim Mas Lakukan Perbaikan Infrastruktur

Kamis, 25 Desember 2025 | 04:14

Merger Energi Fusi Perusahaan Donald Trump Libatkan Investor NIHI Rote

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:52

Sidang Parlemen Turki Ricuh saat Bahas Anggaran Negara

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:30

Tunjuk Uang Sitaan

Kamis, 25 Desember 2025 | 03:14

Ini Pesan SBY Buat Pemerintah soal Rehabilitasi Daerah Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:55

Meneguhkan Kembali Jati Diri Prajurit Penjaga Ibukota

Kamis, 25 Desember 2025 | 02:30

Selengkapnya