Proses Pilpres 2014 telah menimbulkan persepsi kurang nyaman tentang independesi dan netralitas dunia pers sebagai pilar ke-4 demokrasi. Institusi dan pekerja pers terpolarisasi dalam aksi saling dukung sehingga wajah pers yang sejatinya berimbang, bermartabat dan mendidik masyarakat jauh dari kenyataan.
Setidaknya, kondisi inilah yang menjadi keprihatinan para pekerja pers di Jogjayakarta. Kemarin, sekitar 20 wartawan mewakili para pekerja pers yang bekerja di Jogyakarta menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat Indonesia.
Pernyataan maaf itu tertuang dalam “Deklarasi Malioboro". Kata “Malioboro†diambil dari nama jalan di mana Gedung DPRD DIY berdiri yakni Jalan Malioboro. Sebelum diserahkan kepada Wagub DIY, Sri Paduka Paku Alam IX di Gedung DPRD DIY, Deklarasi Malioboro dibacakan oleh Ketua PWI Jogyakarta, Sihono.
"Kami yang hadir di sini, dengan kerendahan hati menyadari penuh arti masa depan bangsa dan negara Indonesia yang tidak boleh terpecah-pecah. Indonesia adalah satu tak terbagi. Sehingga kami saling mengapresiasi niat baik dan tugas kami masing-masing. Akhirnya kami sepakat untuk kembali ke khitah tugas professional kami," ujar Agung PW salah satu deklarator.
Menurut Sihono, wartawan Jogyakarta benar-benar merasa prihatin karena masyarakat sangat jelas mempertanyakan kenetralan dalam bekerja terkait dengan pilpres 2014. Karena pertanyaan itu, wartawan Jogyakarta merasa belum sepenuhnya memberikan edukasi politik secara baik dan cerdas.
Wartawan Jogyakarta sangat berharap rekan-rekan wartawan di kota lain akan mengikuti jejak mereka demi Indonesia yang bermasadepan lebih menjanjikan, memberikan harapan serta memberikan hidup tanpa harus terpecah-pecah khususnya bagi generasi mendatang.
[zul]