Istilah perang badar yang pernah disampaikan politikus senior Prof. Amien Rais pada akhir Mei lalu ternyata masih terus dipersoalkan, meski sebenarnya apa yang disampaikan tokoh Muhammadiyah itu hanya disalah mengerti.
Namun yang lebih mencengangkan, istilah perang Badar itu diungkit kembali oleh rohaniawan Katolik, Prof. Romo Magnis Suseno lewat tulisannya, "Alasan Tidak Mendukung Prabowo."
Dalam tulisan yang mulai tersebar sejak Rabu lalu itu, salah satu alasan menolak mendukung Prabowo karena Romo Magnis mengkhawatirkan lingkungan pendukung Prabowo. Dia heran, Prabowo sekarang sepertinya menjadi tumpuan pihak Islam garis keras.
Seakan-akan apa yang sampai sekarang tidak berhasil mereka peroleh, sambungnya, mereka harapkan bisa berhasil diperoleh andaikata saja Prabowo menjadi presiden?
"Adalah Amien Rais yang membuat jelas yang dirasakan oleh garis keras itu: Ia secara eksplisit menempatkan kontes Prabowo-Jokowi dalam konteks perang Badar, yang tak lain adalah perang suci Nabi Muhammad melawan kafir dari Makkah yang menyerang ke Madinah mau menghancurkan umat Islam yang masih kecil! Itulah bukan slip of the tongue Amien Rais, memang itulah bagaimana mereka melihat pemilihan presiden mendatang," tulis Gurubesar Ilmu Filsafat STF Driyarkara ini.
"Mereka melihat Prabowo sebagai panglima dalam perang melawan kafir. Entah Prabowo sendiri menghendakinya atau tidak. Dilaporkan ada masjid-masjid di mana dikhotbahkan bahwa coblos Jokowi adalah haram. Bukan hanya PKS dan PPP yang merangkul Prabowo, FPI saja merangkul," sambungnya.
"Mengapa? Saya bertanya: Kalau Prabowo nanti menjadi presiden karena dukungan pihak-pihak garis keras itu: Bukankah akan tiba pay-back-time, bukankah akan tiba saatnya di mana ia harus bayar kembali hutang itu? Bukankah rangkulan itu berarti bahwa Prabowo sudah tersandera oleh kelompok-kelompok garis keras itu?" ungkap Romo Magnis mempertanyakan.
Amien sendiri menyampaikan istilah Perang Badar saat menghadiri acara Isra Mikraj di Masjid Al Azhar, Jakarta pada 27 Mei lalu. Saat itu, Amien hanya menegaskan, pihaknya belum memikirkan posisi menteri dalam koalisi Merah Putih pendukung Prabowo-Hatta yang diperkuat Gerindra, PAN, PKS, PPP, Golkar, serta PBB tersebut.
Karena saat ini mereka, ungkap Amien saat itu, lebih konsentrasi memenangkan Pilpres. Untuk memenangkannya, Amien meminta pendukung Prabowo-Hatta menggunakan mental Perang Badar. "Dahulukan perjuangan ketimbang bagi-bagi harta rampasan perang. Jangan (mental dalam) Perang Uhud, wani pira atau bagaimana nanti rampasan perangnya," kata Amien.
Amien menjelaskan, prajurit umat Islam yang dipimpin Nabi Muhammad dalam Perang Uhud telah kemasukan kepentingan pribadi yang berorientasi dunia. Dalam Perang Uhud, prajurit berperang bukan untuk kebenaran dan keadilan, melainkan demi harta rampasan perang.
Tak pelak, dalam peperangan itu umat Islam menelan kekalahan. Bahkan, wajah Rasulullah terluka dan gigi gerahamnya tanggal. Banyak pasukan umat Islam yang terbunuh, termasuk Hamzah paman Rasulullah.
Sebaliknya, Amien menyebut bahwa perjuangan para prajurit dalam Perang Badar adalah ikhlas membela kehormatan diri dan Tanah Air. Karena itu, tutur Amien, kemenangan dapat digenggam dalam Perang Badar. Padahal saat itu, pasukan kaum Muslim hanya 313 orang. Sementara pasukan lawan berjumlah 1.000 orang.
Sebagai kaum Muslimin, Amien pun menganjurkan penggunaan mentalitas Perang Badar, bukan Perang Uhud. "Jadi, kalau mulai maju (niatnya seperti di) Perang Uhud, insya Allah kalah. Kalau (niatnya seperti di) Perang Badar, ini siapa, menterinya siapa, itu nanti. Insya Allah kita kali ini dimenangkan," ucap Amien, saat itu.
[zul]