Sejak tahun 1990-an, internet berperan penting bagi perubahan-perubahan sosial, ekonomi, dan politik di seluruh dunia. Perubahan-perubahan itu berkaitan dengan kapasitas internet untuk membuat dunia semakin terhubung.
Dalam proses tersebut, barang, manusia, maupun ideologi bertukar secara bebas melewati batas-batas tradisional negara. Proses yang sama juga dialami di Indonesia, internet menjadi medium yang digunakan oleh beragam kelompok masyarakat.
Aktivisme politik, transaksi daring (dalam jaringan), sampai fundamentalisme berkembang secara bebas di ruang maya yang sama. Peningkatan aktivitas dunia maya ini membuat ruang tersebut jadi terlalu penting untuk tidak diabaikan oleh pelaku politik praktis. Penggunaan internet dalam politik ini ternyata sudah berlangsung lama dan mencapai puncaknya pada pemilihan presiden yang kita alami hari-hari ini.
Demikian terungkap dalam diskusi buku terbaru “Etnisitas dan Agama sebagai Isu Politik dalam Pemilihan Presiden di Media Sosial†yang digelar Yayasan Obor Indonesia, LIPI dan MAARIF Institute di Jakarta kemarin.
Namun harus diakui, baru pada pemilu 2009 mulai penggunaan media sosial mulai jamak dilakukan dalam konteks politik Indonesia. Ketika itu, media sosial menjadi ruang baru bagi artikulasi aspirasi politik tradisional seperti etnis maupun agama.
“Hari ini kita melihat peran media sosial menjadi jauh lebih signifikan, yang ditunjukkan dengan maraknya kampanye-kampanye politik dalam ruang maya tersebut," jelas Peneliti PMB-LIPI, Ibnu Nadzir.
Di satu sisi fenomena Pilpres 2014 terlihat mengkhawatirkan dengan menguatnya polarisasi dukungan antar calon presiden. Hal ini ditandai dengan adanya penyebaran kampanye-kampanye hitam. "Namun, di sisi lain Pilpres hari ini juga dapat dilihat sebagai pendidikan maupun evaluasi bagi demokrasi di Indonesia,†tegas Ibnu Nadzir.
Sementara itu, aktifis sosial media, Ulin Yusron juga sependapat dengan Ibnu Nadzir. Menurutnya, perkembangan praktik demokrasi hari ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan media sosial. "Setidaknya ini terjadi pada beberapa kota besar di Indonesiaâ€.
Bahkan, trend yang terjadi, aktor-aktor politik di Indonesia juga menyadari pentingnya penggalangan isu politik melalui media sosial. “Selain cost politiknya murah, dampaknya juga cukup mengena,†terangnya.
Selain keduanya, juga hadir sebagai pembicara Nina Widyati sebabai penulis buku dan Ahmad Fuad Fanani, Direktur Riset Maarif Institute.
[zul]