Rachmawati-prabowo subianto
UUD 1945 yang telah diamandemen sebanyak empat kali dalam rentang waktu tahun 1999-2002 mendesak untuk dikembalikan ke naskah asli. Karena UUD hasil amandemen itu yang mengakibatkan berbagai penyimpangan yang terjadi dalam penyelenggaran negara belakangan ini.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Pendiri Yayasan Pendidikan Sukarno dan Universitas Bung Karno (UBK) Rachmawati Soekarnoputri kepada Rakyat Merdeka Online (Selasa, 24/6).
Karena itu, Rachmawati menjelaskan, saat Prof. Din Syamsuddin mengajukan uji materil UU Migas ke Mahkamah Konstitusi dia menyambut baik. Namun, dalam sebuah pertemuan dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, Rachmawati mengingatkan, bahwa UU Migas itu hanya subsistem.
"Karena itu yang perlu mengembalikan UUD 1945 ke naskah asli. Itu yang paling penting," ungkap Rachmawati, yang semasa menjadi Wantimpres mempunyai desk job soal amandemen UUD 1945 tersebut.
Menurutnya, kembali ke naskah asli itu mendesak. Apalagi, calon presiden Joko Widodo akan mereposisi Kepolisian yang saat ini di bawah Presiden langsung menjadi di Kementerian Dalam Negeri.
"Itu (visi-misi) Jokowi pikiran federalis, mencontek Amerika Serikat. Sedangkan kita (negara) kesatuan. Jadi Indonesia beda dengan Amerika Serikat. Di Indonesia Kepolisian juga ikut menyelesaikan masalah-masalah yang ada, seperti di Aceh misalnya," ungkap dia.
Dia mengakui belum pernah bicara secara langsung dengan Jokowi. Sehingga tidak tahu secara jauh konsep dan pemikiran Jokowi kalau memimpin negeri ini. Namun, terhadap Prabowo Subianto, putri Bung Karno ini menggelar pertemuan.
"Saya setuju (UUD 1945 kembali ke naskah asli). Karena manifesto politik saya kembali ke UUD 1945 dan Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara, bukan pilar," jelas Rachmawati mengutip pernyataan Prabowo. "Prabowo bicara substansial."
Terlepas dari itu, dia tidak mempersoalkan bila Jokowi dan Prabowo sama-sama mengklaim sebagai penerus Bung Karno. Asal, gagasan dan pikiran Sang Proklamator diimplementasikan kalau terpilih dalam memimpin negeri ini.
"Bung Karno itu selalu dengan gagasan-gagasan besar. 'Indonesia adalah bangsa besar, bukan bangsa kuli'. Karena itu, Indonesia jangan 'ekspor' kuli. Pemerintah harus sediakan lapangan pekerjaan," tegas putri Bung Karno ini.
[zul]