Berita

tol bawah laut singapura/net

Direktur IMI: Jokowi Samakan Tol Laut dengan Transjakarta

SELASA, 17 JUNI 2014 | 15:43 WIB | LAPORAN:

Dalam debat Minggu malam, Calon Presiden Joko Widodo melontarkan ide untuk membangun tol laut. Ide ini sesungguhnya menunjukkan ketidakpahaman Joko Widodo tentang kondisi realitis Indonesia saat ini dan cenderung menggampangkan masalah yang ada, seperti semudah membalik telapak tangan.

Ide tol laut yang diungkapkan Jokowi adalah dengan mengadakan kapal-kapal besar yang berkeliling Indonesia untuk menyamakan harga barang di seluruh Indonesia. Satu contoh yang diungkapkan adalah harga semen di Jawa dan Papua yang sangat berbeda jauh, dimana harga di Jawa per sak Rp.50 ribu sementara di ‎Papua bisa mencapai Rp.1 juta.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Indonesia Maritime Institute (IMI), Dr. Y. Paonganan yang juga pakar maritim Indonesia mengatakan bahwa Jokowi tidak paham konsepsi negara maritim karena menggunakan istilah tol laut.


"Dengan menggunakan kata 'tol' itu saja sudah kurang tepat, dan secara filosofis tentu keliru. Karena membawa paradigma daratan ke lautan," kritik Doktor lulusan IPB ini kepada Rakyat Merdeka Online, Selasa, (17/6).

Dijelaskan Y Paonganan, seharusnya yang dilakukan dalam kaitan perspektif maritim adalah membenahi sistem pelayaran dengan membangun infrastruktur laut, membangun industri maritim atau perkapalan yang merata seluruh Indonesia dan membangun sentra-sentra ekonomi di daerah timur agar terjadi pemerataan ekonomi nasional. Sehingga sistem logistik nasional bisa normal dengan biaya murah.

"Sebagai contoh, harga satu pak biskuit seharusnya sama di seluruh Indonesia. Produksi biskuit di Jakarta harus diangkut ke Papua dengan menggunakan kapal laut. Tentu produsen dalam hal menentukan harga juga memperhitungkan biaya distribusinya. Lalu dengan biaya angkut yang mahal tadi, harga barang juga akan naik. Sistem ini yang harus menjadi perhatian utama dalam melihat NKRI dari perspektif maritim," tegas Paonganan yang akrab disapa Ongen.

Menurut Direktur IMI, Jokowi mengambil contoh harga semen yang sangat timpang di Jawa dan Papua pun agak keliru. Semen di Papua yang mencapai harga Rp 1 jutaan itu terdapat di daerah pegunungan karena diangkut dari Jayapura dengan pesawat udara. Jadi tidak ada kaitan dengan transportasi laut. Di Jayapura sendiri, harga semen tidaklah jauh beda dengan harga di Jawa, hanya bekisar 75 ribu/sak, tentu tetap ada perbedaan harga yang signifikan," lanjut Paonganan

Yang membuat biaya angkut kapal laut tinggi, jelas Ongen, khususnya ke wilayah Timur Indonesia dikarenakan kapal dari Jyang mengangkut hasil produksi memperhitungkan biaya pulang pergi. Karena khawatir kembali tidak ada barang yang diangkut. Jadi otomatis biaya jadi double.

"Jika ada kapal besar yang direncanakan Jokowi lalu lalang antar pulau untuk mengangkut komoditas. Lantas yang akan mensubsidi siapa? Emang kapal yang akan dia buat energinya pakai air laut?," kritik Ongen.

Ongen juga menyarankan agar Jokowi jangan bicara konsep dengan istilah bombastis tapi tidak mengerti substansinya. Untuk mencapai cita-citanya itu, Jokowi butuh waktu yang panjang bisa sampai 5 periode presiden. Karena hal itu tidak serta merta.

"Banyak tahapan yang harus dilalui karena bicara maritim tidak bicara parsial tapi komprehensif dan terintegrasi. Jadi sebaiknya Jokowi memahami dulu konsepsi apa itu negara maritim baru bicara seperti itu. Jangan terus membodohi rakyat," paparnya.

Ongen pun menyarankan sebaiknya Jokowi mempelajari kembali peta NKRI baru bicara maritim. Jangan berpikir bahwa NKRI itu hanya seluas Kota Solo atau Jakarta yang cukup dibuatkan bus besar untuk bolak-balik antar lokasi seperti Transjakarta.

"Ngurusin Transjakarta saja tidak bisa, apalagi ngurusin kapal-kapal besar untuk dijadikan tol laut," sergah Ongen. [zul]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Demokrat: Tidak Benar SBY Terlibat Isu Ijazah Palsu Jokowi

Rabu, 31 Desember 2025 | 22:08

Hidayat Humaid Daftar Caketum KONI DKI Setelah Kantongi 85 Persen Dukungan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:57

Redesain Otonomi Daerah Perlu Dilakukan untuk Indonesia Maju

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:55

Zelensky Berharap Rencana Perdamaian Bisa Rampung Bulan Depan

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:46

Demokrasi di Titik Nadir, Logika "Grosir" Pilkada

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:37

Demokrat: Mari Fokus Bantu Korban Bencana, Setop Pengalihan Isu!

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:35

Setoran Pajak Jeblok, Purbaya Singgung Perlambatan Ekonomi Era Sri Mulyani

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:14

Pencabutan Subsidi Mobil Listrik Dinilai Rugikan Konsumen

Rabu, 31 Desember 2025 | 21:02

DPRD Pastikan Pemerintahan Kota Bogor Berjalan

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:53

Refleksi Tahun 2025, DPR: Kita Harus Jaga Lingkungan!

Rabu, 31 Desember 2025 | 20:50

Selengkapnya