Berita

ilustrasi/net

Debat ‘Konser’ Calon Presiden, Arena Perebutan Swing Voters

SELASA, 10 JUNI 2014 | 11:42 WIB | OLEH: M.A. HAILUKI

GARING! Itu kesan awal yang tergambar dalam debat calon wakil presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 2014 yang digelar di Balai Sarbini, Jakarta dan ditayangkan beberapa stasiun televisi nasional, Senin (9/6) malam. Selain miskinnya gagasan baru yang disampaikan para kandidat, kesan garing disebabkan pengaturan tepuk tangan secara ketat oleh moderator membuat debat layaknya konser maestro orkestra.

Sesungguhnya, debat capres tak akan kehilangan makna bilamana diposisikan tak ubahnya konser Indonesian Idol, dimana terjadi interaksi yang dinamis antara kontestan dengan audiens, sehingga terbangun atmosfer dan energi yang tidak hanya menghibur melainkan juga menjadi mendongkrak kepercayaan diri sang kontestan.

Urusan tepuk tangan tak boleh dipandang sebelah mata, karena dalam semua peradaban mulai dari sidang Senat di masa Yunani kuno hingga pertempuran Perang Salib dan Perang Dunia I-II, pembangkitan semangat dan gairah seseorang dapat terstimulus oleh sebuah pekik dan tepuk tangan. Tepuk tangan yang dinamis membuat atmosfer debat semakin hangat, tepuk tangan yang diatur justru membuat sebuah forum kehilangan ruh.

Mengapa para kontestan capres dan cawapres tampak terkesan garing? Karena mereka tidak mendapat stimulus dari audiens. Kita semua berharap, para kontestan menampilkan penampilan terbaiknya, memaparkan gagasan-gagasanya dengan penuh hasrat kuat, namun karena tidak adanya stimulan tepuk tangan meriah secara alamiah, maka tatapan mata, intonasi bicara, nada retorika para kontestan menjadi datar. Terlalu banyak jeda dalam setiap kalimat yang disampaikan.

Sengatan JK
Tensi debat tertolong oleh Cawapres Jusuf Kalla yang menanyakan tentang kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Capres Prabowo Subianto, ibarat sengatan, karakter Prabowo yang sesungguhnya pun terpancarkan, intonasi tinggi, getaran suara disertai gestur tanpa jeda. Akibatnya, para audiens pun akhirnya memerdekakan diri dari kekangan moderator dalam melemparkan tepuk tangan, seketika atmosfer yang datar menjadi bergetar.

Rakyat ingin para kontestan tampil alamiah apa adanya, yaitu Prabowo yang garang bukan ‘cool’, Jokowi yang lucu bukan kaku, JK yang ‘nyentil’ bukan ‘silent’, dan Hatta yang tenang bukan puitis. Tidak perlu ada kesandiwaraan dalam penampilan, bukan sekadar gagasan yang dinantikan jutaan rakyat Indonesia yang menyaksikan, melainkan kealamiahan pembawaan sikap calon pemimpin-pemimpinnya.

Dalam politik, retorika hakikatnya adalah proses persuasi sekaligus negosiasi, retorika mempengaruhi pandangan orang lain melalui tindakan yang resiprokal dan timbal balik. Pidato atau retorika juga proses kreatif, dimana orang membangun pengertian bersama dengan kata-kata dan simbol-simbol lainnya (Zulkarmein, 1989). Maka sejatinya, debat capres bukan pertarungan gagasan teknis, melainkan upaya peyakinan audiens pemirsa di rumah melalui performa retorika yang paripurna, bagaimana dalam waktu yang terbatas para kontestan dapat meyakinkan pemilih.


Tujuan komunikasi adalah tidak sebatas memperkenalkan suatu hal, melainkan bagaimana mengubah sikap (attitude changes), pendapat (opinion changes), prilaku (behaviour changes), dan perubahan sosial (social changes), (Onong Ucjana Effendy, 2006). Retorika dan pidato politik sebagai salah satu bentuk komunikasi bertujuan untuk mengubah sikap pemilih dari yang semula tidak yakin menjadi yakin akan pilihannya, begitu pula sebaliknya.

Debat capres yang hanya berjarak 30 hari dari hari pemilihan sejatinya bukan ditujukan untuk mengubah dukungan strong voters kedua belah pihak, karena mereka sudah mempunyai keyakinan akan pilihannya, melainkan untuk mempengaruhi swing voters yang belum membuat keputusan, dimana berdasarkan survei jumlah pemilih yang belum menentukan pilihannya sebesar 41,80 % (Lingkaran Survei Indonesia, 2014).

Dalam prilaku politik di Indonesia, sering kali kita mendengar adagium, “Yang paling diingat rakyat adalah yang paling terakhir dilakukan.” Terkait debat, maka paparan dan gagasan yang disampaikan kontestan sejak sesi awal hingga akhir akan ditentukan oleh pernyataan penutup (closing speech) yang menyihir, ending yang mulus akan menutupi kelemahan dan sebaliknya ending yang buruk akan mengurangi keunggulan.

Maka kekuatan closing speech dalam mengunci memori publik menjadi sangat penting, pernyataan penutup harus konsisten, stabil, memudahkan mengingat, menggairahkan semangat, menggetarkan jiwa dan membangkitkan kesadaran untuk membuat keputusan. Secara obyektif, dalam debat pertama capres tersebut, paparan Jokowi lebih unggul daripada Prabowo, namun closing speech Prabowo sedikit lebih baik daripada Jokowi.

Paparan, tepuk tangan dan closing speech saling memiliki keterkaitan yang erat. Paparan menarik bilamana bersahut dengan tepuk tangan meriah secara alamiah, dan tepuk tangan meriah menjadi stimulan pembuatan closing speech yang mempesona. [***] M.A. Hailuki adalah Pemerhati Politik, Ketua Bidang Ikatan Alumni Ilmu Politik IISIP Jakarta.

Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

PDIP: Pemecatan Ubedilah adalah Upaya Pembungkaman KKN Jokowi

Jumat, 31 Januari 2025 | 10:11

Pria Tanpa Identitas Bunuh Diri Usai Terjun Bebas dari Lantai 5 Mal Ciputra

Selasa, 28 Januari 2025 | 22:33

UPDATE

Polri Bungkam soal Isu AKBP Hendy Halangi Penangkapan Harun Masiku

Sabtu, 08 Februari 2025 | 01:10

Pesta Rakyat Bertabur Artis Ramaikan Malam Puncak HUT ke-17 Gerindra

Sabtu, 08 Februari 2025 | 00:55

Gak Ikut DPR, Polri Tegaskan yang Bisa Copot Kapolri Hanya Presiden

Sabtu, 08 Februari 2025 | 00:32

Saatnya Presiden Prabowo Sikat Menteri-menteri Keblinger

Sabtu, 08 Februari 2025 | 00:09

Resmi Berbadan Hukum, Iwakum Diharapkan Jadi Social Control Negara

Jumat, 07 Februari 2025 | 23:51

Terbukti Langgar Etik, AKBP Bintoro Dipecat Tidak Hormat

Jumat, 07 Februari 2025 | 23:31

Bawaslu RI dan Provinsi Ikut Diadukan ke DKPP soal Pilgub Papua

Jumat, 07 Februari 2025 | 23:11

Dorong Pertumbuhan Ekonomi Inklusif dan Berkelanjutan, BRI Terapkan Strategi Pengelolaan Piramida

Jumat, 07 Februari 2025 | 23:06

Kabar Duka, Menteri ESDM Era SBY Meninggal Dunia

Jumat, 07 Februari 2025 | 22:22

Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Demo di Mapolda Sumut, Minta Jokowi Ditangkap

Jumat, 07 Februari 2025 | 22:14

Selengkapnya