Berita

ilustrasi, Pupuk Bersubsidi

Bisnis

Harga Pupuk Kian Liar, Kok SBY Belum Menegur Mentan

Gara-gara Kuota Pupuk Bersubsidi Dipangkas Jadi 7,76 Juta Ton
MINGGU, 08 JUNI 2014 | 06:59 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diminta memberikan peringatan keras terhadap Menteri Pertanian (Mentan) Suswono. Saat ini, harga pupuk sudah tidak terkendali. Bahkan, saat ini sudah ada harga pupuk liar padahal yang dijual adalah pupuk bersubsidi.

“Harga pupuk urea non subsidi sudah mencapai Rp 4.500 per kilogram (kg), kalau tidak segera disikapi pemerintah harga pupuk liar akan terus merajalela karena ada spekulan yang bermain dan memanfaatkan kesempatan,” kata Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir.

Menurut dia, harga pupuk liar tersebut terjadi akibat pemangkasan kuota pupuk bersubsidi dari 9,7 juta ton menjadi 7,76 juta ton. Dengan begitu, untuk memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi petani diberlakukan sistem relokasi.


Winarno mencontohkan, pada saat kebutuhan di bulan Januari kurang, maka diambil dari stok jatah bulan berikutnya. Karena jatah pada bulan berjalan diambil terus untuk memenuhi kebutuhan bulan sebelumnya, diperkirakan stok pupuk bersubsidi hanya mencukupi kebutuhan petani hingga September atau Oktober mendatang. Oleh karena itu, sebelum masa pemerintahan sekarang berakhir, harus sudah ada solusi.

“Untuk pupuk mesti dianggarkan dalam APBN Perubahan, meski sebenarnya kurang yakin terealisasi karena terjadi defisit anggaran,” ujarnya.

Selain itu, solusi lain yang mungkin bisa dilakukan adalah menaikkan harga pupuk bersubsidi dari Rp 1.800 per kg menjadi Rp 2.000 per kg. “Saya kira solusi tersebut tepat untuk mengatasi kekurangan suplainya dan sedikit mengurangi beban pemerintah untuk membayar pupuk yang belum terbayar di tingkat produsen (pabrik),” tuturnya.

Winarno mengemukakan, pupuk bersubsidi yang belum dibayar pemerintah di tingkat produsen (pabrik) mencapai Rp 16 triliun. Jika tidak segera dibayarkan, perusahaan pupuk itu akan kolaps.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih meminta pemerintah menindak tegas pihak-pihak yang terbukti mempermainkan harga pupuk bersubsidi pada saat musim tanam dan distributor yang menyalurkan pupuk bersubsidi dengan tidak tepat.

Bahkan, Henry meminta Presiden SBY memberikan peringatan keras kepada Mentan Suswono. “Pak Presiden SBY harus tegas. Kementerian Pertanian melakukan distribusi dan perencanaan yang kurang bagus,” tegasnya.

Dia mencontohkan, di Tuban, Jawa Timur, pupuk bersubsidi lebih banyak dijual di kios-kios pupuk yang sebenarnya tidak diperbolehkan menjualnya dengan harga sekitar Rp 150 ribu per 50 kg. Selain itu, di Lampung, pupuk yang seharusnya sampai ke kelompok tani tertentu malah dikirim ke daerah lain.

Data SPI menyebutkan, di beberapa daerah seperti Ponorogo, Jawa Timur, harga pupuk bersubsidi non organik mencapai Rp 150-170 ribu per 50 kg. Adapun di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, harga pupuk non organik (SPI-36, ZA dan NPK) naik sekitar Rp 50 ribu dari harga eceran tertinggi (HET).

Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron mengatakan, pihaknya masih membahas keinginan untuk menaikkan harga pupuk bersubsidi. Jangan sampai HET mengakibatkan semakin rendahnya daya saing para petani.

“Kalau kenaikan pupuk tidak sejalan dengan hasil produksi pertanian dikhawatirkan menurunkan kesejahteraan petani. Kita akan mempertimbangkan terhadap kemampuan daya beli masyarakat dan selama pemerintah mampu membiayai untuk memberikan subsidi saya kira inilah yang terbaik untuk rakyat,” terangnya.

Selain itu, politisi Partai Demokrat ini menekankan, pihaknya terus memperhatikan kepentingan rakyat. Utamanya, jika opsi-opsi itu bisa dilakukan tentunya tidak harus dikhawatirkan terjadi kelangkaan pupuk.

Sementara itu, Mentan Suswono memastikan kebutuhan pupuk bersubsidi bagi petani tahun ini tetap bisa dipenuhi, meski ada kenaikan harga pokok penjualan (HPP) pupuk bersubsidi dari pabrik.

“Sepertinya memang banyak kebocoran, tapi hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), posisi dana untuk pembelian pupuk tetap Rp 18 triliun. Hanya volume pupuknya yang turun karena ada kenaikan HPP di pabrik. Ini yang menjadi persoalan,” ungkap Suswono.

Ia menegaskan, berapapun pupuk yang dibutuhkan petani, pabrik harus tetap menyediakannya meski sebenarnya pabrik juga khawatir dengan anggaran di Kementan. Kalau memang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 9,5 juta ton pupuk, pembayarannya akan dialihkan pada tahun berikutnya. ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya