Menko Perekonomian Chairul Tanjung (CT) menilai, anggaran subsidi BBM perlu dihapus dan dialihkan dalam bentuk bantuan tunai. Hal ini untuk menjaga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Chairul mengatakan, anggaran subsidi dapat dialihkan ke cash transfer atau bantuan tunai yang langsung kepada masyarakat yang benar-benar memerlukan. Apalagi, saat ini penyaluran subsidi banyak yang tidak tepat sasaran.
Menurut dia, subsidi apapun dalam bentuk barang dapat dipastikan tidak efektif dan banyak terjadi penyimpangan.
“Bentuknya harus cash transfer. Semua subsidi kepada barang dihapus,†katanya, kemarin.
Kendati begitu, dia mengatakan, sebelum mengalihkan subsidi ke bentuk bantuan tunai harus terlebih dahulu dibuat nomor identifikasi tunggal. Dengan nomor itu, pemerintah dapat mengetahui jumlah keluarga miskin dengan sebenarnya dan layak menerima subsidi.
“Keluarga miskin yang kita kasih. Idealnya tidak ada subsidi dalam bentuk barang,†jelas CT, panggilan Chairul Tanjung.
Kendati begitu, dia mengaku dengan dihapuskannya subsidi BBM, maka harga-harga bahan pokok akan melonjak naik. Nah, untuk mengantisipasi peningkatan jumlah rakyat miskin akibat kenaikan harga bahan pokok, maka golongan masyarakat ini harus dilindungi.
Dia mengatakan, saat ini pihaknya membuka seluruh opsi terkait pengurangan subsidi BBM. Namun yang jadi ganjalan adalah waktu pelaksanaan. Sebab, opsi pengurangan subsidi BBM butuh waktu panjang.
Menurutnya, pengurangan subsidi dari mulai wacana digelontorkan sampai dengan pengurangannya butuh waktu lebih dari setengah tahun.
“Semua opsi saya buka. Saya sampaikan ke menteri-menteri bidang perekonomian, semua opsi pengurangan subsidi kita buka. Cuma kapan bisa pelaksanaannya, itu subyek pembahasan di APBN-P (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan),†terang CT.
Untuk mengubah sistem subsidi ini, lanjut CT, sangat sulit karena keputusannya bukan hanya diambil pada tingkat Keputusan Menteri (Kepmen) atau Keputusan Presiden (Kepres), melainkan harus ada keputusan bersama dengan DPR.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran menyarankan anggaran subsidi disalurkan ke pembangunan infrastruktur, bukan disalurkan dengan bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Menurut Tumiran, pihaknya mendukung jika pemerintah mengurangi subsidi BBM dengan menaikkan harga. Namun, subsidi tersebut harus dialihkan dengan tepat sasaran, yaitu untuk pembangunan infrastruktur.
Dia mengatakan, dengan dialihkannya subsidi ke infrastruktur bisa menciptakan lapangan kerja sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Tapi jika subsidi dialihkan ke BLSM seperti tahun lalu, itu hanya akan mendidik masyarakat menjadi peminta-minta.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, salah satu solusi terbaik menekan anggaran subsidi adalah melarang kendaraan pribadi mengkonsumsi BBM subsidi. Saat ini BBM bersubsidi paling besar dikonsumsi kendaraan pribadi.
Karena itu, mencabut subsidi BBM pada kendaraan pribadi bisa mengurangi beban subsidi yang ditanggung negara.
“Cara yang dianggap efektif mengurangi konsumsi BBM subsidi adalah menaikkan harga BBM untuk kendaraan pribadi. Kendaraan pribadi ambil porsi 93 persen, cukup besar,†kata Djoko kepada
Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Djoko mengatakan, agar tidak memberatkan masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi, pencabutan subsidi tidak dilakukan sekaligus tetapi bertahap setiap enam bulan sekali.
“Setiap enam bulan naik Rp 500 hingga Rp 1.000. Dalam waktu tiga sampai empat tahun sudah tak disubsidi lagi,†tuturnya.
Sedangkan rencana pemerintah untuk meniadakan BBM bersubsidi saat hari libur dinilai tidak akan efektif. Menurutnya, penghilangan BBM bersubsidi saat hari libur akan menciptakan masalah baru, yaitu mengganggu proses distribusi logisitik sehingga berdampak pada kelancaran ekonomi. ***