Berita

ilustrasi

Bisnis

Kualitas Premium Produksi Pertamina Terendah Di Asia Bikin Mesin Rusak

Dampak Kesehatan Akibat Pencemaran Tembus Rp 38,5 Triliun
JUMAT, 30 MEI 2014 | 09:37 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengungkapkan, kualitas BBM subsidi di Indonesia merupakan yang terendah di ASEAN karena masih tingginya kandungan sulfur. Besarnya anggaran subsidi yang terus melonjak pun dipertanyakan.

Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Bergerak KLH Novrizal Tahar mengatakan, BBM subsidi yang dijual di Indonesia masih tinggi sulfur.

“Contohnya, untuk diesel kandungan sulfur kita masih di 2.000 hingga 3.000 part per million (ppm). Sedangkan yang sudah memenuhi standar Euro 4 antara 50 hingga 500 ppm,” ungkap Novrizal di Jakarta, kemarin.


Padahal, kata dia, negara-negara tetangga seperti Singapura kandungan sulfur BBM-nya hanya 10 ppm, China 50 ppm, Thailand 50 ppm, Jepang dan Korea 10 ppm. Standar Euro 4 untuk BBM mulai diterapkan di ASEAN pada 2012 dan ditargetkan seluruh ASEAN akan menerapkan standar tersebut pada 2016.

Novrizal mengaku di Indonesia sekitar 97 persen masih ‘minum’ BBM subsidi yang kandungan sulfurnya lebih tinggi. Hanya 2,5-3,5 persen yang sudah menggunakan BBM non subsidi. 

“Kalau kita banyak mengkonsumsi BBM bersubsidi maka akan merusak lingkungan,” ucapnya.

Karena BBM subsidi kandungan sulfurnya tinggi, maka emisi atau gas buang yang dihasilkan juga mencemari udara dan berdampak pada meningkatnya penyakit akibat polusi udara.

Dari penelitian yang dilakukan United Nations Environment Programme (UNEP) pada 2012, biaya kesehatan yang dikeluarkan warga Jakarta akibat pencemaran udara mencapai Rp 38,5 triliun per tahun. World Health Organization (WHO) juga merilis setiap tahunnya tujuh juta jiwa meninggal akibat pencemaran udara. Dari jumlah tersebut, 60.000 jiwa terjadi di Indonesia.

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menilai, pemerintah dan PT Pertamina tidak transparan dalam menetapkan harga BBM bersubsidi. Sebab, harga jual premium dan solar disamakan dengan standar internasional, padahal tidak memiliki kualitas yang setara.

Ahmad mengatakan kualitas premium dan solar Indonesia sangat buruk. Sejak 2005, kandungan timbal BBM di Indonesia sangat tinggi, di atas negara Asia Pasifik lain.

“Kualitas BBM kita sangat buruk, kadar belerang tinggi, bisa merusak mesin. Sejak 2005 sampai sekarang tidak berubah,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya, premium memiliki nilai oktan 88, sementara solar oktannya 48. Sementara di luar negeri mayoritas negara kini menggunakan oktan 92. Karena itu, Ahmad heran mengapa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Pertamina berkali-kali membandingkan harga BBM dan menyebutnya lebih murah dari negara lain. Padahal, kualitas oktan premium tetangga lebih tinggi.

“Misalnya di Singapura, Amerika atau Malaysia, memang harganya lebih mahal. Tapi negara lain jangan dilupakan, punya kualitas lebih tinggi,” beber Ahmad.

Dia mendesak pemerintah membeberkan dulu biaya produksi premium. Ada indikasi pemberian subsidi pemerintah selama ini tidak murni untuk kepentingan rakyat, melainkan semata mendongkrak profit margin Pertamina.

Ahmad menambahkan, sesuai dengan Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi (Migas) Pasal 28  ayat 1 menyebutkan, BBM serta hasil olahan tertentu yang dipasarkan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan mutu yang ditetapkan.

Pertamina sebelumnya meminta tambahan subsidi ke pemerintah untuk meningkatkan kualitas BBM subsidi jenis premium dengan oktan (RON) 88 menjadi RON 90. Pasalnya, selisih harga antara RON 88 dengan RON 90 hanya sekitar Rp 150-Rp 200 per liter. 

"Misalnya ada ide menggantikan premium RON 88 ke RON 90, berarti pemerintah harus tambah subsidi Rp 150 per liter. Bisa saja caranya supaya subsidi tidak bertambah ya sudah naikan lagi Rp 150 (harga BBM subsidi) selesai," kata Senior Vice President Fuel Distribution Marketing Pertamina Suhartoko.  ***

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya