Penutupan dua pabrik sigaret kretek tangan (SKT) di Lumajang dan Jember oleh perusahaan rokok PT HM Sampoerna (HMS) menuai kritik. Soalnya, akan menimbulkan kecurigaan ada hidden agenda di balik penutupan itu.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Abdul Kadir Karding mempertanyakan penutupan pabrik itu. Sebagai perusahaan multinasional, ganjil rasanya pabrik tersebut diputuskan untuk ditutup.
“Hanya dalam waktu satu tahun 10 bulan nasib perusahaan itu seperti akan kolaps sehingga pabrik SKT di Lumajang dan Jember harus ditutup. Ironis dengan pernyataan dalam laporan tahunan mereka yang menyatakan kinerjanya sangat meyakinkan. Bahkan mempertahankan posisi teratas di segmen SKT,†kata Karding, Rabu (28/5).
Wakil Ketua Panja RUU Pertembakauan ini khawatir bakal hilangnya kretek di Indonesia. Hal ini dapat dicermati adanya beberapa fakta. Pertama, kebijakan soal pemilikan saham perusahaan kretek Indonesia oleh perusahaan multinasional asing yang sangat terbuka dan tak terbatas.
Kedua, saat ini terdapat tiga perusahaan multinasional asing memiliki pabrik rokok kretek Indonesia, yakni Phillips Morris (produsen Marlboro) terhadap HMS, British American Tobacco (BAT) terhadap Bentoel dan Korea Tobacco & Ginseng (KT&G) Korsel.
Kata Karding, fakta bahwa regulasi tentang pengendalian rokok di Indonesia mengarah pada standardisasi
ingridient, sebagaimana diatur dalam Pasal 12 PP 109/2012 tentang larangan menggunakan bahan tambahan pada rokok.
“Padahal kita tahu kretek adalah rokok yang penuh dengan bahan tambahan perisa (rempah-rempah alam). Standardisasi
ingridient atau konten hanya akan menggiring rokok di Indonesia menjadi rokok putih,†terangnya.
Dia pun mendesak pemerintah membuat peraturan yang tepat guna melindungi keberlangsungan industri nasional kretek dan petani tembakau.
Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) memastikan seluruh pabrikan rokok di Indonesia yang memproduksi rokok SKT mengalami penurunan produksi. Hal ini trend umum yang terjadi di pasar dalam negeri terkait pergeseran pasar dari SKT ke Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Ketua Umum Gaprindo Muhaimin Moefti menjelaskan, masalah penurunan penjualan tak hanya dialami Sampoerna. Para pabrikan besar yang juga memproduksi SKT seperti Gudang Garam, Bentoel, Djarum dan lainnya mengalami hal sama.
Namun, dia mengatakan soal langkah penutupan pabrik atau pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi kebijakan masing-masing perusahaan. Dia juga tidak bisa memungkiri bahwa trend penurunan pasar SKT bisa saja terus berlanjut, meski setiap pabrikan punya proyeksinya masing-masing.
Untuk diketaui, PT HM Sampoerna menutup pabrik SKT di Jember dan Lumajang akhir Mei 2014. Rencananya total karyawan yang akan di-PHK mencapai 4.900 karyawan. ***