Menteri Perindustrian (Menperin) MS Hidayat mengungkapkan, kecenderungan perdagangan global sudah semakin mengarah kepada liberalisasi baik secara bilateral, regional maupun multilateral.
Menurut dia, itu bisa dilihat dari beberapa bentuk perjanjian perdagangan, misalnya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA), ASEAN Korea Free Trade Agreement, Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) dan juga ASEAN Economic Community (AEC) yang akan dimulai tahun depan.
“AEC momen yang penting bagi Indonesia karena akan memberikan peluang untuk memperluas pasar produk industri nasional. Namun, AEC juga akan menjadi tantangan mengingat penduduk Indonesia sangat besar. Ini akan menjadi tujuan pasar bagi produk dari negara ASEAN lainnya,†ujar Hidayat saat membuka Pameran Produksi Indonesia (PPI) di Bandung, kemarin.
Karena itu, lanjut dia, perlu didorong inovasi dan ide-ide kreatif untuk menciptakan produk-produk bernilai tambah tinggi agar bisa bersaing dengan produk impor akibat perjanjian perdagangan bebas.
Untuk mendorong keberlangsungan industri dalam negeri, Hidayat berharap, Kemenperin dan pemerintah daerah terus menjalankan kebijakan program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Apalagi, kebijakan ini merupakan program nasional sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) No. 2 Tahun 2009 yang memerintahkan kementerian dan pemda dalam pengadaaan barang/jasa yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus menggunakan produk dalam negeri.
“Minimal Tingkat Kandungan Dalam Negerinya (TKDN) mencapai 25 persen,†katanya.
Sebab itu, Kemenperin akan membuat peraturan teknis untuk menghilangkan impor produk tidak standar dan menciptakan
early warning system untuk mengamati perkembangan impor.
Menurut politisi Partai Golkar itu, dalam rangka peningkatan dukungan iklim industri, pihaknya menyiapkan kebijakan jangka pendek melalui upaya menurunkan biaya modal, biaya energi dan biaya
man power. Selain itu, biaya logistik, jaminan ketersediaan bahan baku serta biaya logistik iklim investasi.
Namun, Hidayat menyayangkan impor bahan baku dan barang modal industri yang masih tinggi. Hal ini menyebabkan defisit transaksi perdagangan. Apalagi ditambah masih lemahnya daya saing industri nasional dan belum kuatnya struktur industri nasional.
Diakui politisi Partai Golkar itu, alokasi sumber daya energi dan bahan baku juga belum optimal. Apalagi saat ini gas dan mineral dan batubara (minerba) masih banyak diekspor. Karena itu, diperlukan upaya pengembangan industri substitusi impor untuk mengurangi impor bahan baku dan barang modal.
Hidayat mengatakan, kinerja investasi di sektor industri juga perlu ditingkatkan lagi. Apalagi, investasi penanaman modal asing (PMA) turun 23,27 persen menjadi 3,49 miliar dolar AS dibanding periode yag sama. Sedangkan investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) naik tipis 1,73 persen menjadi Rp 11,11 triliun. Hal ini harus menjadi perhatian karena investasi menjadi salah satu pendorong sektor perekonomian.
Sekjen Kemenperin Anshari Bukhari menambahkan, pameran PPI kali ini mengambil tema Karya Indonesia Untuk Dunia. Tujuannya, untuk memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah berkontribusi besar terhadap pembangunan sektor industri nasional. ***