Sekretaris PT Bank Central Asia (BCA) Tbk., Inge Setiawati menjelaskan bahwa BCA sebagai wajib pajak sudah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku.
"BCA tidak melanggar undang-undang maupun peraturan perpajakan yang berlaku," klaim Inge saat membacakan keterangan tertulisnya kepada wartawan di Menara BCA lantai 22, Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat, Selasa (22/4).
Lebih lanjut Inge menceritakan, pada tahun 1998, BCA mengalami kerugian fiskal sebesar Rp 29,2 triliun akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Berdasar UU berlaku maka kerugian yang dimaksud dapat dikompensasikan dengan penghasilan (tax loss carry forward) mulai tahun pajak berikut berturut-turut sampai dengan lima tahun.
"Transaksi pengalihan aset tersebut merupakan jual beli piutang, namun Dirjen pajak menilai transaksi sebagai penghapusan piutang macet," ujarnya.
Inge menambahkan, sehubungan dengan hal-hal itu maka pada tanggal 17 Juni 2003 BCA mengajukan keberatan kepada dirjen pajak atas koreksi pajak yang telah dilakukan. Keberatan yang disampaikan diterima dirjen pajak dan dinyatakan dalam Surat keputusan.
Di kesempatan yang sama, Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja mengaku tidak tahu bahwa Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Purnomo telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kapasitasnya sebagai dirjen pajak 2002-2004.
Hadi diduga melawan hukum dengan memerintahkan Direktur Pajak Penghasilan (PPh) untuk mengubah hasil telaah dan kesimpulan terhadap permohonan keberatan wajib pajak yang diajukan BCA, yang sedari awal telah ditolak menjadi diterima.
Ketika itu BCA mengajukan surat keberatan pajak atas transaksi non performance load senilai Rp 5,7 triliun kepada dirjen PPh.
"Saya tidak mengetahui hal tersebut, dikarenakan hal tersebut internal dari dirjen pajak," dalih Jahja.
[wid]