Pemerintah berencana membentuk Bulog Khusus Gas. Namun, rencana itu dianggap tidak menyelesaikan masalah gas dalam negeri karena infrastruktur yang masih minim.
Wakil Direktur Reforminer Institute Komaidi Notonegoro pesimis keberadaan Bulog Gas akan menyelesaikan masalah gas dalam negeri mulai dari harga dan pasokan.
“Sekarang anggaran ada tapi bukan untuk membentuk Bulog,†ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Dia juga mempertanyakan soal pasokan, apakah lembaga itu nanti bisa membeli gas untuk disalurkan kembali. Apalagi, pemerintah masih menerapkan kebijakan alokasi gas 40 persen untuk dalam negeri dan 60 persen diekspor.
Karena itu, dia pesimis Bulog Gas bisa menyelesaikan masalah pasokan. Soalnya, jika tetap menggunakan pola 40 banding 60, tetap sulit memenuhi pasokan gas. “Kalau mau tambah anggaran buat beli gas untuk ekspor itu dari mana,†ujarnya.
Apalagi saat ini pemerintah juga lebih memprioritaskan penerimaan negara dari ekspor gas. Selain itu, penyamaan harga gas juga sulit karena kriteria lapangan berbeda-beda. “Jika itu dilakukan, banyak investor tidak mau investasi di daerah sulit,†ucap Komaidi.
Hal senada disampaikan Koordinator Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Ahmad Safiun. Dia mengatakan, wacana pemerintah membentuk Bulog Gas tidak akan menyelesaikan masalah kekurangan pasokan gas dalam negeri.
“Faktor utama gas dalam negeri adalah infrastruktur jaringan gas. Selama itu tidak dipenuhi, berbagai wacana atau kebijakan pemerintah soal gas tidak akan selesai, cuma angin lalu,†katanya.
Ia mencontohkan soal harga yang berbeda setiap daerah. Untuk menyamaratakan harga, yang harus dibangun adalah ketersediaan infrastruktur, misalnya pembangunan trans Jawa dan Sumatera. Dengan lengkapnya infrastruktur gas, secara otomatis harga gas akan sama. â€Jika tidak, tetap saja gas itu akan diekspor lagi,†tandasnya.
Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Gde Pradnyana menilai, tujuan pembentukan Bulog Gas ini agar Indonesia memiliki acuan harga gas dalam negeri atau
Indonesia Gas Price (IGP).
Menurut dia, saat ini harga gas masih tidak sama di tiap lapangan. “Inggris dan Amerika sudah mempunyai itu. Dengan adanya patokan, harga gas akan sama,†katanya.
Kendati begitu, dia mengakui pembentukan Bulog Gas tidak akan maksimal dalam menyalurkan pasokan gas karena terkendala infrastruktur. Jaringan pipa penyalur gasnya masih minim.
Dia mengatakan belum mengetahui secara utuh mengenai konsep pembentukan Bulog Gas karena itu sepenuhnya kewenangan pemerintah.
Seperti diketahui, pemerintah mengkaji pembentukan badan semacam Perusahaan Umum (Perum) Bulog yang menjamin ketersediaan pasokan dan kebutuhan gas dengan harga yang wajar. “Dengan Bulog ini, produsen terjamin, konsumen tidak lagi kekurangan gas,†cetus Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo.
Menurut dia, keberadaan Bulog Gas merupakan bagian kebijakan gas nasional periode 2014-2045 yang tengah dibahas pemerintah.
“Kami sedang matangkan pembahasan kebijakan gas nasional ini. Mudah-mudahan tahun ini bisa rampung,†katanya.
Pembahasan kebijakan gas nasional tersebut, menurut Susilo, juga menyangkut harga gas ke depan. “Apakah nanti gas dibeli pemerintah (melalui Bulog gas), ini yang sedang digarap,†ujarnya.
Susilo mengatakan, pembahasan gas nasional mencakup semua pemangku kepentingan seperti Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, Bappenas, pabrik pupuk, PT PLN, PT Pertamina, PT PGN dan industri.
Kebijakan gas nasional tersebut berisi neraca pasokan dan kebutuhan gas per wilayah hingga 2045. Neraca gas berisi produksi gas dari Aceh sampai Merauke termasuk opsi impor kalau kekurangan. Selain itu, kebijakan gas nasional juga berisi tahapan pembangunan infrastruktur.
Kementerian Perindustrian mencatat, tahun ini industri manufaktur diperkirakan membutuhkan tambahan pasokan gas sebesar
42 million standard cubic feet per day (mmscfd). Data tahun lalu menyebutkan, kebutuhan gas untuk industri mencapai 2.159 mmscfd. Nah tahun ini kebutuhan bakal mencapai 2.201 mmscfd. ***