Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Jero Wacik mengakui, mandatori biofuel 10 persen yang ditetapkan pemerintah mengalami hambatan. Dirinya sedang mengupayakan agar biofuel dapat ditetapkan paling lambat tahun ini.
“Sudah (berjalan) tapi kan masih tersendat. Maksudnya biar masif di 2013 kita sudah mulai, 2014 harus sudah firm, 2015 makin gede-gede. Itu targetnya, jadi harganya kita rapikan biar produksi produsen biosolar, biofuel-nya bergairah,†ujar Wacikdi Jakarta, kemarin.
Dia mengakui, pihaknya telah melaporkan penghematan devisa negara yang diperoleh melalui optimalisasi pemanfaatan bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel sebagai campuran 10 persen minyak solar.
“Menanggapi laporan itu, rapat memutuskan tahun ini target penggunaan biodiesel oleh Pertamina akan mencapai 3,4 juta kiloliter (KL). Sedangkan untuk non Pertamina targetnya 400 ribu kiloliter,†tutur Wacik.
Menurutnya, dalam jangka waktu 6 bulan sejak kebijakan itu mulai berjalan, ada penghematan devisa negara senilai 592 juta dolar AS atau sekitar Rp 6 triliun. Itu setara dengan penghematan impor solar rata-rata per bulan sebesar 126.761 KL.
Wacik mengklaim, pemanfaatan biodiesel tidak hanya berdampak positif pada kondisi moneter, tetapi memberi kontribusi pada usaha penurunan emisi gas rumah kaca. Biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dengan tingkat emisi rendah dan mudah terurai.
Berdasarkan perhitungan selama 2013, pemanfaatan biodiesel memberikan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 1.54 juta ton CO2. Pemerintah berharap melalui program wajib pemanfaatan biodiesel dan bioetanol, target penurunan gas rumah kaca pada 2020 untuk sektor energi sebesar 38 juta ton CO2 sudah tercapai pada 2017.
Peluang untuk meningatkan lagi pemanfaatan BBN juga masih terbuka lebar. Kemampuan produksi industri biodiesel di dalam negeri saat ini tercatat 5,6 juta KL per tahun dari 25 produsen yang telah memiliki izin usaha niaga BBN.
Selain itu, proses pengadaan dan pelelangan biodiesel oleh Pertamina yang melaksanakan pencampuran dan pendistribusian terbesar, juga belum selesai seluruhnya khususnya untuk wilayah timur Indonesia. Pada Juni 2014, diharapkan proses pengadaan telah selesai dilaksanakan dan selanjutnya dimulai penyaluran biodiesel untuk Indonesia bagian Timur.
Untuk mendukung tercapainya target pemanfaatan BBN secara wajib, pemerintah telah membentuk Tim Pelaksana Pengawasan Mandatori Pemanfaatan Biodiesel yang beranggotakan stakeholders dari berbagai instansi.
Tim ini bertugas mengawal pelaksanaan pemanfaatan biodiesel secara wajib dan memastikan implementasi kebijakan di semua sektor.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, tak ada kesulitan yang dialami pemerintah terhadap keberlangsungan kebijakan biofuel di Indonesia. Hanya saja, dia meminta proses lelang dipercepat, termasuk penambahan infrastruktur pendukung kawasan Indonesia timur.
“Tinggal lelangnya harus cepat, jangan terhambat. Kemudian untuk Indonesia timur yang blending-nya masih kurang dipercepat. Jadi tidak fokus di Jawa saja.
Kemudian juga untuk yang non subsidi harus dikontrol, dicek betul,†tegas Hatta.
Bicara soal target mandatori biofuel 10 persen bisa dijalankan, Hatta berharap tahun ini segera dicapai.
Wakil Presiden (Wapres) Boediono juga meminta kebijakan mandatori biofuel 10 persen segera di implementasikan.
“Saya minta semua kementerian dan lembaga lebih aktif lagi mendorong implementasi kebijakan ini,†kata Boediono. ***