Forum Transparansi Anggaran (Fitra) mengingatkan rakyat untuk memantau pengelolaan uang negara baik APBN, APBD, BUMN, menjelang pemilihan presiden 2014 ini. Karena ada kerawanan dalam pengelolaannya.
"Disebut rawan, karena tradisi elit politik kita dalam bertarung untuk memperebut jabatan publik seperti jabatan presiden, tidak akan mau mengeluarkan modal sendiri," jelas Direktur Investigasi dan Advokasi Fitra Uchok Sky Khadafi (Rabu, 16/4).
"Modal untuk membiayai kegiatan politik untuk memperebut jabatan publik, biasanya diambil dari 'modal alternatif' alias modal gratis yang bersumber dari keuangaan negara," sambungnya.
Uchok mengatakan itu karena melihat pengalaman Pilpres 2009 lalu dengan merujuk hasil audit BPK semester II tahun 2010 atau setelah pesta demokrasi selesai.
Yaitu, ditemukan dugaan kebocoran anggaran sampai sebesar Rp 968 triliun; USD 1,4 juta; AUD 7,2 juta; VND 32,5 juta; JPY 1,8 miliar; EUR 3,9 juta; untuk 85 kementerian atau lembaga negara.
"Sedangkan temuan kebocoran dari BUMN sebesar Rp 220,7 triliun; USD 5,3 miliar; JPY 574 juta; dan EUR 17 juta untuk 129 BUMN. Untuk menjelang kampanye saja, atau tahun 2012, temuan kebocoran BUMN sekitar Rp 14,6 triliun untuk 78 BUMN," beber Uchok.
Karena itu, katanya lagi, publik harus mengawasi keuangaan negara jangan sampai dipergunakan modal untuk memenangkan kandidat atau calon tertentu pada Pilpres 2014 ini.
"Oleh karena, anggaran negara untuk tahun 2014 ini, untuk APBD saja, 516 daerah, berjumlah Rp 822,9 triliun, dan untuk APBN sebesar Rp 1,842 triliun," ungkapnya.
Lebih khusus, Fitra meminta Bawaslu dan KPU segera melakukan audit dua kali terhadap anggaran kampanye pilpres. Audit pertama adalah audit penerimaan atau sumber anggara kampanye. Kalau belum jelas sumber anggaran kampanye, lebih baik sang kandidat 'didelete' saja.
"Dan kedua, KPU jangan menetapkan pemenang capres sebelum selesai diaudit dana belanja kampanye. Agar persaingan memperebutan jabatan presiden ini, jauh dari money politik dambaan demokrasi," tandasnya.
[zul]