Bukan hanya seks, cinta bisa memberikan energi baru. Sayang anak-anak senewen jika Lia gandeng teman cowok.
Cornelia Agatha dan Sony Lawlani resmi bercerai pada 1 Agustus 2013.
Sebelum diketok palu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, berbagai isu menjadi drama proses perceraian mereka. Mulai dari kabar adanya perselingkuhan hingga KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). Namun, semuanya itu telah berlalu. Demi alasan sang buah hati, Lia dan Sony memutuskan untuk akur.
“Tetap harus ada komunikasi dengan baik. Kita harus berdamai dulu, lupain apa yang terjadi. Jaga hubungan yang baik dulu antar orangtua. Kalau hubungan udah baik, jadi enak,†tutur Lia.
“Tetap harus ada komunikasi dengan baik. Kita harus berdamai dulu, lupain apa yang terjadi. Jaga hubungan yang baik dulu antar orangtua. Kalau hubungan udah baik, jadi enak,†tutur Lia.
Tak sekadar asal rujuk, pemain film
Si Doel Anak Sekolahan, Rini Tomboy dan
Jatuh Cinta Lagi ini lantas membeberkan seringnya dia bertemu Sony, hampir tiap hari sekali. Mereka sengaja rutin bertemu demi Makayla Athaya Lalwani dan Tristan Athala Lalwani.
“Mereka anak, jadi sering ketemu, bukan barang ya yang jatah-jatahan gitu. Kita sering ketemu hampir setiap hari. Jangan dijatahin gitu, kasian banget deh anaknya,†jelas Lia.
Dalam setiap pertemuan, Lia dan Sony melakukan aktivitas seperti saat masih suami-istri. Maksudnya biar kedua anak mereka tidak terlalu kehilangan mereka sebagai orangtua.
“Makan sama-sama, masih suka berempat (dengan anak). Kasihan anak jangan terlalu lihatkan yang drastis banget (pasca cerai),†ungkap Lia.
Ia tak ingin menuntut keadaan seperti jauh sebelum mereka bertengkar hingga berakhir ke pengadilan. Tak mau terus menyesali, Lia akhirnya mengalah.
“Saya berdamai dengan keadaan, semua demi anak. Orangtu harus bijak dan jangan egois,†lanjut wanita berdarah Jawa, Manado, Jerman ini.
Tapi tetap saja tak bisa dipungkiri, perceraiannya dengan Sony yang menikahinya pada 18 Maret 2006 itu mau tak mau membuat Lia berpikir lebih baik.
“Tapi saya juga lega karena paling tidak saya bisa lepas dari beban. Masalah yang sudah saya alami selama dua tahun kemarin ada penyelesaiannya,†ujar aktivis teater ini.
Delapan bulan menjanda, tentu saja ada Lia merasa kesepian. Menepis hanya semata urusan seks, Lia merasa lelaki pendamping baru bisa memberi tenaga baru untuknya. Ia merasa masih membutuhkan cinta agar hidupnya lebih berwarna.
“Saya butuh cinta. Mudah-mudahan bisa segera dapat pasangan,†ujarnya. “Senang punya pasangan, jadi ada yang menemani. Buat saya cinta itu kayak energi, mau ngapain saja bisa happy,†lanjut Lia.
Sayangnya hingga kini belum ada laki-laki beruntung yang bisa meluluhkan hatinya. Belum ada yang klik, cocok dengan
chemistry Lia.
“Energinya masih nyerempet-nyerempet saja. (cari pacar) itu sambil jalan aja lah, lihat kanan-kiri. Masih pilih-pilih,†ucap Lia.
Bila dirinya ada hasrat mencari pasangan baru, tidak halnya dengan anak-anak. Mereka belum ikhlas bila memiliki calon bapak baru. Tanda-tanda ini kelihatan saat Lia ketahuan membawa teman cowok.
“Anak saya senewen gitu. Nanyanya kalau saya lagi jalan sama cowok pas lunch. Kayaknya sudah mulai ngerti, reaksinya lucu,†jelas Lia.
Ketika melihat reaksi tersebut, dia langsung memberikan pengertian. Dia menjelaskan, pria tersebut hanya sebatas teman.
“Bilang saja itu teman Mama. Dia sudah oke. Kalau saya sudah punya pacar, kasih pengertiannya lebih hati-hati sih,†tukasnya.
Lia menilai anak kembarnya itu cerdas. Di usianya yang belum genap 10 tahun, mereka sudah sering tanya hal-hal yang rumit. Seperti misalnya saat Lia datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) waktu Pemilu Rabu lalu.
“Kemarin pas nyoblos, saja bareng anak-anak. Kan anak saya tanya apa sih demokrasi? “ ucapnya.
Lia lantas menjelaskan bahwa demokrasi tak lain perbedaan pendapat untuk satu kepentingan yang lebih besar, yakni bangsa dan negara.
Di bilik suara, ia memberikan penjelasan sederhana mengenai alasannya datang ke TPS untuk mencoblos nama calon legislator yang tertera di surat suara. Ia juga menjelaskan kenapa dirinya menggunakan hak pilihnya itu.
Lia kemudian memperlihatkan bagaimana dirinya menusukkan paku ke nama calon legislator yang tertera di surat suara.
“Anak sekarang pintar-pintar. Waktu saya seumuran mereka, belum bisa tanya-tanya seperti itu,†tutup Lia. ***