Serangan pribadi yang diterima calon presiden PDIP Joko Widodo (Jokowi) dinilai sebagai hal yang wajar, karena ia tak pernah sampaikan gagasan atau platform tentang masa depan bangsa.
Hal tersebut disampaikan oleh Pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk, saat diskusi di Warung Daun Cikini Jakarta, Sabtu (29/3)
Menurut Hamdi, untuk dapat memikat massa perlu kontestasi gagasan atau platform. Sehingga ketika kampanye, masyarakat atau lawan politik akan menyerang gagasan kandidat tersebut.
"Itu baru
positive campaign. Kalau sekarang yang terjadi malah serang individu dan pribadinya. Karena tidak ada gagasan yang bisa diserang. Masyarakat kita sayangnya suka juga yang begitu. Harus ada pendidikan politik," tegas Hamdi.
Ia menambahkan bahwa perdebatan paltform atau gagasan tak akan tercipta jika sistem politik di Indonesia tidak diubah. Hal tersebut pada akhirnya membuat kampanye negatif semakin berkembang, seiring dengan persaingan ketat antar sesama anggota partai.
"Malah sekarang lebih parah lagi kampanye narsis diri yang makin berkembang," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Hamdi, salah satu cara mengatasinya adalah dengan mengerucutkan jumlah partai menjadi dua atau tiga partai. Selain itu juga dapat dilakukan dengan meningkatkan angka ambang batas parlemen atau
parlementary threshold. Dengan demikian, partai nantinya akan mengirim utusan untuk adu debat dengan calon lainnnya.
"Kalau sistem masih tidak dirubah hanya orang-orang populer saja yang maju, padahal tidak punya kapasitas. Perubahan sistem akan hasilkan presiden dan wakil rakyat yang baik," demikian Hamdi.
[mel]