Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa mengatakan, Indonesia berhasil membukukan pertumbuhan positif dalam sepuluh tahun terakhir. Sepanjang 2003-2013, pertumbuhan ekonomi berhasil mengangkat 8,75 juta orang dari garis kemiskinan. Pada 2003, angka kemiskinan mencapai 37,30 juta jiwa dan turun menjadi 28,55 juta pada 2013.
“Prestasi ini cukup menggembirakan, tetapi belum memuaskan,†ujar politisi PKB ini, kemarin.
Salah satu peserta Konvensi Capres Partai Demokrat ini menuturkan, alokasi anggaran kemiskinan meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2005, anggaran kemiskinan hanya Rp 23,4 triliun, lalu naik lima kali lipat pada 2013 menjadi Rp 115,5 triliun.
Selama 2005-2013, jumlah anggaran kemiskinan yang tersebar di 19 kementerian, 4 badan, dan 1 lembaga mencapai Rp 662 triliun. Namun, jumlah ini hanya sanggup mengentaskan 6,5 juta orang miskin selama 8 tahun. Artinya, dalam sewindu rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6 persen hanya sanggup mengentaskan rata-rata 812 ribu orang miskin setiap tahun.
“Ini menunjukkan ada yang salah dalam paradigma pembangunan. Kemampuan pertumbuhan untuk mengentaskan kemiskinan semakin menurun,†jelasnya.
Tahun 2010, pertumbuhan ekonomi mampu mengentaskan 1,5 juta orang dari jurang kemiskinan. Lalu terus menurun menjadi 1 juta jiwa pada 2011, kemudian 890 ribu jiwa pada 2012 dan hanya 400 ribu jiwa pada 2013.
Ali Masykur mengatakan, kualitas pertumbuhan rendah alias tidak inklusif. Ini terlihat dari gini rasio yang meningkat ke level ketimpangan menengah. Tahun 2004, gini rasio 0,32. Tahun 2013, gini rasio meningkat menjadi 0,413. Ini level terburuk dalam sejarah. Dengan kata lain, pembangunan terjadi, tetapi proses dan hasilnya tidak dinikmati secara merata.
Dia menyebut desa dan pertanian menjadi sarang kemiskinan akibat penyusutan lahan, hancurnya infrastruktur pertanian dan minimnya hubungan pertanian kesejahteraan. “Tidak heran kalau anak muda, termasuk sarjana pertanian, tidak mau terjun ke sawah karena minimnya kesejahteraan,†ungkap dia.
Di samping itu, untuk menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015, Indonesia dengan segala potensi seharusnya tancap gas untuk berkompetisi dalam 12 sektor yang menjadi pasar bebas di kawasan ASEAN. Sayangnya, Indonesia dinilai belum mampu mengungguli satu sektor pun.
“Indonesia masih butuh banyak persiapan karena belum mengungguli satu sektor pun. , Yang jelas kita di level skilled workers di semua tingkatan, kita masih kurang,†ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Armida Alisjahbana. ***