Partai Gerindra dan PDI Perjuangan terus berdebat soal poin ketujuh isi perjanjian Batu Tulis yang ditandatangani Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri, sebagai kontrak politik pada Pemilihan Presiden 2009 lalu. Saat itu, keduanya berkoalisi dimana Megawati sebagai calon presiden dan Prabowo yang mendampingi.
Gerindra menganggap klausul "Megawati Soekarnoputri mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014" tetap berlaku walaupun pada Pilpres 2009 lalu mereka kalah. Sementara PDIP menganggap sebaliknya, semua perjanjian batal karena pasangan yang mereka usung akhirnya gagal.
Melihat perdebatan yang tak berkesudahan itu, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon mengajak untuk mengakhiri. Menurutnya, biarlah semua itu diserahkan kepada rakyat untuk menilai.
Tapi Fadli, dalam
talkshow di
TVOne pagi ini, (Senin, 24/3) mengingatkan istilah "Jasmerah", atau jangan sekal-sekali melupakan sejarah, seperti semboyan terkenal yang disampaikan Proklamator RI Soekarno.
Politikus PDI Perjuangan Eva Sundari tidak terima Gerindra menggunakan istilah "Jasmerah" untuk mengingatkan publik soal perjanjian Batu Tulis itu. Dia menegaskan, "Jasmerah" digunakan Bung Karno untuk mengingatkan rakyat Indonesia akan perjuangan melawan imperialisme. Karena itu, dia mengultimatum partai besutan mantan Danjen Kopassus itu untuk tidak membodohi rakyat. "Jangan kemudian (rakyat) dibodohi," tegasnya.
Istilah "Jasmerah", dalam beberapa literatur disebutkan, diucapkan Bung Karno dalam pidato terakhirnya pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966.
[zul]